Skip to main content

Makalah Keterampilan Belajar Mahasiswa



TUGAS KELOMPOK
PSKOLOGI PENDIDIKAN
KETERAMPILAN BELAJAR MAHASISWA
Dosen Pengampuh: Sugiyanti Supit, S.TH, M.PDK
Oleh:
Mormin Malatunduh
Yola Sasako
Ismiaty Tatoja
Anggrainy Pontoh
Budi Makaado
Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Manado
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran di perguruan tinggi sampai saat ini masih banyak dijumpai lebih menekankan pada transformasi pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa dari pada mentransformasikan keterampilan yang dibutuhkan mahasiswa dalam belajar. Dalam proses belajar seperti itu, mahasiswa menjadi kurang kreatif, miskin ide, dan belajar menjadi kering tidak bermakna, karena mahasiswa dipaksa lebih banyak menguasai bahan atau informasi yang diberikan dosen. Akibanya, mahasiswa sering tidak mampu mengkonstruksi pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, tidak dapat mengembangkan diri dan biasanya kurang mampu membandingkan dan menerapkan hasil dari belajar secara teoritis dengan realitas kehidupan. Fenomena proses belajar tersebut karena didasari oleh pemaknaannya terhadap pendidikan, ada pihak yang lebih menekankan pendidikan kepada pencapaian hasil, ada yang lebih menekankan pada proses. Pihak yang lebih menekankan kepada hasil, mereka tidak menyadari bahwa bahwa dalam proses belajarnya justru kurang “memandirikan” mahasiswa, seperti fenomena tersebut di atas. Implikasinya mahasiswa tidak lebih hanya sebagai objek yang pasif, tidak dan kurang memiliki keterampilan belajar, sehingga mereka tidak mampu dan tidak bisa belajar secara mandiri. Pihak yang lebih menekankan proses, memandang bahwa hasil belajar hanya merupakan konsekuensi logis dari perhatian dan kepeduliannya terhadap proses belajar. Dalam pemaknaan yang kedua ini, praktik pendidikan lebih menekankan kepada upaya meningkatka keterampilan yang dibutuhkan mahasiswa agar mampu belajar dengan kesadarannya sendiri dan memilih peran sebagai individu aktif dalam proses belajar, sehingga memungkinkan mereka mampu belajar sendiri. Selain itu perlu ada kemandirian belajar dari mahasiswa yang tentunya tidak lepas dari peran dosen dalam menumbuhkan kemandirian belajar mahasiswa.



B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari judul makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Makna Belajar
  2. Makna Keterampilan Belajar
  3. Upaya Meningkatkan Keterampilan Belajar Mahasiswa
  4. Makna kemandirian
  5. Ciri-ciri kemandirian
  6. Makna kemandirian belajar
  7. Cakupan kemandirian belajar
  8. Peran dosen dalam menumbuhkan kemandirian belajar mahasiswa
  9. Kesimpulan
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat bertujuan untuk:
  1. Agar mahasiswa memiliki keterampilan belajar.
  2. Agar mahasisa menjadi individu yang aktif.
  3. Agar mahasiswa mampu menerapkan hasil belajarnya untuk kemajuan hidupnya.
  4. Agar mahasiswa memiliki kemandirian belajar
  5. Agar mahasiswa mengetahui peran dosen dalam menumbuhkan kemandirian belajar mahasiswa






II. PEMBAHASAN
A.   KETERAMPILAN BELAJAR MAHASISWA
1. Makna Belajar
Belajar merupakan hal yang vital dalam kehidupan manusia, karena “sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar” (Sukmadinata,2005). Belajar juga merupakan hal yang vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga dapat dikatakan tiada pendidikan tanpa belajar. Proses belajar berlangsung sepanjang hidup manusia, terjadi kapan dan dimana saja, sehingga seharusnya tiada hari tanpa belajar,dengan atau tanpa guru sekalipun.  Proses belajar terjadi karena ada interaksi antara individu dengan lingkungannya, sebagaimana Surya (1997) mengatakan: “belajar merupakan proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan prilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individuitu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Witherington (1952) mendefinisikan: “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”. Crow & Crow (1958) hampir sependapat dengan Witherington, menyatakan: “belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”, dan juga Hilgard (1962): “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”. Di Vesta dan Thompson (1970) menegaskan: “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”. Namun menurut Surya(1997), tidak setiap perubahan sebagai hasil belajar, tetapi hanya perubahan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan,
b.    Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
c.    Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
d.    Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
e.     Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan.
f.     Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
g.    Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
h.    Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya.
Berdasarkan definisi di atas, maka yang dimaksud belajar adalah suatu proses usaha aktif yang dilakukan oleh individu secara sengaja, berlangsung secara berkesinambungan,bertujuan untuk memperoleh perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang positif dan relative menetap sebagai pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan dimana individu itu berada. Jika di dalam proses belajar tidak mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kegagalan di dalam proses belajar.
2. Makna Keterampilan Belajar
Keterampilan belajar merupakan salah satu potensi dan tugas asasi manusia yang kuantitas dan kualitasnya dipengaruhi faktor eksternal.  Pendidikan adalah faktor eksternal dalam bentuk rekayasa sistematis untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas keterampilan belajar. 
Seorang yang terampil belajar ia akan menjadi pembelajar bagi dirinya yang berbasis pada kesadaran bahwa we created by the Creator to be creature with creativity (Harefa, 2000: 119).  Bahwa kita adalah ciptaan yang dicipta oleh Sang Pencipta dan dianugerahi daya cipta untuk mencipta.  Bila seseorang telah menjadi manusia pembelajar, ia akan dapat menciptakan organisasi pembelajar, yakni organisasi yang terus menerus memperluas kapasitas menciptakan masa depan.  Seorang pembelajar akan lebih memiliki tanggung jawab baik kepada Tuhan, kepada diri sendiri, dan kepada sesama manusia.  Seorang pembelajar akan memperoleh keterampilan belajar dan akhirnya akan lebih manusiawi, sebagaimana penegasan Senge (dalam Harefa, 2000: 139), bahwa dari belajar individu akan:
  1. Menciptakan kembali kepribadiannya
  2. melakukan sesuatu yang baru
  3. Merasakan hubungan yang lebih dalam dengan dunia
  4. Dapat memperluas kapasitas proses pembentukan kehidupan
Keterampilan belajar dapat disebut sebagai kecakapan melakukan aktivitas yang merupakan modalitas utama penunjang keberhasilan belajardengan mengarahkan prhatian tinggi dan latihan terus menerus. Modalitas utama yang diberikan Tuhan kepada manusia adalah akal pikiran, pendengaran, penglihatan, pencecapan, dan perabaan. Semua modalitas ini perlu dikembangkan agar fungsinya optimal. Dari jenis modalitas tersebut, yang harus tetap ada dalam proses pembelajaran adalah bagaimana mengembangkan keterampilan menyimak/mendengar, membaca, menulis dan mencatat, serta berbicara untuk menyampaikan gagasan kepada orang lain. Jenis keterampilan belajar ini merupakan dasar untuk mencapai keberhasilan belajar.
Keterampilan belajar menurut Devine (Burden & Byrd, 1999:306), adalah suatu kecakapan yang berhubungan dengan mencatat, mengorganisasi, menyintesis, mengingat, dan menggunakan informasiyang diperoleh. Keterampilan ini diperoleh melalaui:
  1. Mengumpulkan informasi dan gagasan daru melalui mendengar dan membaca
  2. Mencatat informasi yang diperoleh melalui membuat catatan, outline,dan kesimpulan
  3. Meningkatkan pemahaman melaluisintesis dan membuat hubungan dengan informasi sebelumnya yang telah diperoleh
  4. Mengorganisasi informasi yang diperoleh dngan membuet ouline, bagan, dan ikhtisar
  5. Mengingat melalui organisasi memori dan menyampaikan kembali
  6. Menggunakan infomasi dan ide-ide baru melalui laporan dan tes
Keterampilan belajar memiliki beberapa manfaat, diantaranya yaitu;
  1. Mengenali dan mengekspresikan potensi diri
  2. Berguna untuk diri sendiri dan orang lain
  3. Mengendalikan perubahan
  4. Memiliki pengetahuan
  5. Melihat masalah secara luas dan dapat mengambil keputusan
3. Upaya Meningkatkan Keterampilan Belajar Mahasiswa
Ada beberapa upaya untuk meningkatkan keterampilan belajar mahasiswa, yaitu:
1). Meningkatkan Keterampilan Merencanakan Belajar
Membuat rencana belajar merupakan aspek penting yang menunjang keberhasilan belajar, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya belajar harus dianalisis mulai dari bagaimana pembelajaran itu direncanakan. Beberapa jenis keterampilan yang penting dalam perencanaan belajar di perguruan tinggi antara lain:
  1. Pengambilan mata kuliah
Pengambilan mata kuliah di awal semester, terutama bagi mahasiswa baru, sering menimbulkan kesulitan, karena ketika di bangku sekolah mereka tidak memiliki pengalaman dalam pengambilan rencana belajar. Maka dari itu, mahasiswa perlu memperoleh bimbingan dari dosen. Mereka dibimbing untuk mengenal kemampuannya sendiri dan beban SKS yang sesuai dengan kemampuannya tersebut.
  1. Pengisian KRS
Untuk mengisi KRS, mahasiswa perlu dibimbing untuk memantapkan dan dapat memastikan diri rencana studi yang akan diambil di semester tersebut
  1. Kesiapan menghadapi perkuliahan
Agar mahasiswa siap dalam menjalankan perkuliahan, perlu adanya motivasi untuk belajar. Motivasi belajar merupakan sesuatu yang fluktuatif, terkadang tinggi, rendah, bahkan hilang. Agar motivasi belajar mahasiswa tetap terpelihara, mereka perlu dibimbing agar dapat membangkitkan kembali motivasi dirinya untuk belajar.
2). Meningkatkan Keterampilan Dalam Proses Belajar
Berikut ini diuraikan beberapa jenis keterampilan dasar yang penting dan langsung berkaitan dengan kegiatan proses belajar di perguruan tinggi, yaitu:
  1. Keterampilan Menyimak
Kegiatan menyimak berbeda dengan mendengar. Kegiatan menyimak membutuhkan perhatian dan konsentrasi penuh melalui cara:
  1. Mendengar aktif, yaitu mendengar yang merupaka fisiologis penerimaan rangsangan pendengaran.
  2. Memperhatikan, yakni memusatkan kesadaran secara sengaja pada rangsangan tertentudan mengabaikan rangsangan lain yang tidak berkaitan.
  3. Menangkap pesan, yaitu proses pemberian makna pada kata yang didengar sesuai dengan makna yang dimaksud oleh pemberi pesan.
  4. Membuat catatan untuk diingat dan dipelajari lebih lanjut.
Proses menyimak dengan melibatkan empat unsur tersebut perlu terus dilatih. Davine (Burden & Byrd,1987) menjelaskan beberapa kiat untuk menyimak perkuliahan, yakni:
  1. Merumuskan tujuan menyimak.
  2. Memberi perhatian pada apa yang ingin disimak.
  3. Mencatat informasi penting dan makna dari yang disimak, bukan redaksi utuh seperti photocopy, kecuali ungkapan yang sudah pasti.
  4. Memeriksa makna dari informasi yang disimak, didukung contoh.
  5. Mengikuti ururan ide yang disimak, kemudian dikembangkan.
  6. Menyimpulkan hasil akhir apa yang disimak.
  7. Memahami hubungan antara informasi dan pandangan pembicara.
  8. Mengevalasi hasil yang telah disimak.
  9. Menggunakan informasi yang telah disimak.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan menyimak, yaitu sebagai berikut:
  1. Melatih presentasi bergiliran di depan kelas setelah menyimak perkuliahan dari dosen untuk mengetahui hasil simakan mereka.
  2. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengulang pembicaraan saat terjadi sesuatu yang tidak terduga.
  3. Personalisasi pembicaraan.
  4. Mendorong mahasiswa merespons selama pembicaraan untuk mengetahui apakah mereka benar-benar menyimak.
  5. Melibatkan mahasiswa dalam pembicaraan.
  6. Membagi outline yang sudah ditentukan dalam perkuliahan.
  7. Melatih mendengar khusus setiap pembicaraan.
  8. Menggunakan alat bantu visual untuk meningkatkanperhatian dalam menyimak perkuliahan.
  9. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya.
  10. Meminta mahasiswa menuliskan, mencertakan, mendiskusikan, memecahkan masalah, mencari kasus sejenis, meresume materi.
  11. Memberi bimbingan untuk meningkatkan keterampilan menyimak.
  1. Keterampilan Membaca
Membaca merupakan modal dasar dalam belajar. Dengan membaca pembelajar memperoleh ilmu pengetahuan melebihi dari pengalamannya, seperti Hayakawa (Hernowo, 2001:22) mengatakan: “orang yang membaca kepustakaan yang baik, telah hidup lebih dari orang-orang yang tak mau dan tak mampu membaca. Adalah tidak benar kita hanya mempunyai satu kehidupan yang kita jalani. Jika kita dapat membaca, kita bisa menjalani berapapun banyak dan jenis kehidupan seperti yang diinginkan.”
Menurut Bowman (1991:265), ”membaca merupakan sarana yang tepat untuk mempromosikan belajar sepanjang hayat (life-long learning)”. Apabila mahasiswa ingin maju dan berprestasi, mereka harus merubah persepsi dirinya dengan banyak membaca, seperti ungkapan Covey (Hernowo,2001:17): “Bila saya ingin mengubah sebuah keadaan, saya harus mengubah diri saya lebih dahulu. Untuk mengubah diri saya secara efektif, saya harus mengubah persepsi saya lebih dahulu dengan banyak membaca”.
Oleh karena itu, membaca merupakan kunci belajar paling berharga, karena:
  1. Membaca adalah sumber belajar paling lengkap.
  2. Membaca adalah sumber belajar yang mudah didapat.
  3. Membaca adalah sumber belajar yang paling murah.
  4. Membaca adalah sumber belajar paling cepat.
  5. Membaca adalah aktivitas yang dapat mengikuti zaman.
Membaca adalah suatu kombinasi dari pengenalan huruf, intellect, emosi yang dihubungkan dengan pengetahuan si pembaca untuk memahami suatu pesan yang tertulis (Kustaryo,1988:2).
Menurut Nurhadi (2004), keterampilan membaca pemahaman ada tiga tingkatan, yaitu:
  1. Membaca literal, adalah kecakapan mengenal dan menangkap bahan bacaan yang tertera secara tersurat(eksplisit). Artinya, pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal (tampak jelas) dalam baris-baris bacaan.
  2. Membaca kritis, adalah kemampuan pembaca mengolah bahan bacaan secara kitis untuk menemukan keseluruhan makna bacaan, baik makna tersurat maupun tersirat, melalui tahap mengenal, memahami, menganalisis, menyintensis, dan menilai.
  3. Membaca kreatif, adalah kemampuan yang tidak sekedar membaca makna yang tersurat dan tersirat,tetapi mampu menerapkan hasil membacanya dalam kehidupan sehari-hari secara kreatif.
Menurut penelitian Baker, hampir 85% belajar di perguruan tinggi harus dilakukan dengan membaca. Menurut Roosevelt, sekurang-kurangnya harus membaca 20 buku setiap tahun untuk mencapai sukses tinggi.
Untuk meningkatkan keterampilan membaca ada beberapa strategi, yaitu:
  1. Melihat secara global teks sebelum membaca melalui daftar isi.
  2. Menentukan gagasan penting yang ingin diketahui dari bacaan.
  3. Memberi perhatian lebih pada informasi dari pada lainnya.
  4. Menghubungkan ide-ide penting dengan sesuatu yang telah diketahui.
  5. Berusaha menentukan makna kata asing.
  6. Memonitor pemahaman atas teks.
  7. Memahami hubungan antar bagian teks.
  8. Mengetahui kapan harus mundurdanmembac ulang suat bagian.
  9. Menyesuaikan kecepatan membaca dengan tingkat kesulitan materi.
  1. Keterampilan Menulis
Menurut Larwrence (1972), “Menulis hakikatnya mengomunikasikan apa dan bagaimana pikiran penulis. Dengan menulis memungkinkan penulis mengkomunikasikan isi jiwa, penghayatan, dan pengalamannya kepada berbagai pihak, terlepas dari ikatan kesamaan waktu dan tempat dengan pihak-pihak itu.Menulis merupakan upaya agar tidak dilupakan orang tentang ilmu yang ditulisnya, sekaligus penulisnya. Frangklin (Brotowidjoyo, 1985:v) mengatakan : “ Jika anda tidak ingin dilupakan orang setelah meninggal, tulislah sesuatu yang patut dibaca, atau berbuatlah sesuatu yang patut diabadikan”.
Untuk memulai melatih keterampilan menulis, ada beberapa motivasi yang dapat dilakukan oleh calon atau penulis pemula:
1.    Menulis bukan masalah teori, tetapi lebih masalah praktis. Oleh karena itu, mulailah menulis, berlatih terus menulis.
2.    Mulailah menulis hal-hal yang diketahui.
3.    Menulis memerlukan motivasi. Tanpa motivasi, tidak akan mampu menulis, apalagi menjadi penulis professional
4.    Pegang motto: “Tiada hari tanpa menulis”
5.    Ketika ingin menulis, segeralah, dimana dan kapan pun (Effendi, 2006)
Keterampilan menulis khususnya menulis ilmiah, merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh mereka yang berkecimpung di dunia akademis, seperti: dosen, peneliti, dan mahasiswa. Keterampilan menulis bagi mahasiswa bukanlah urusan sederhana menuliskan bahasa ke dalam lambang tulisan seperti anak-anak pada awal belajar menulis, tetapi keterampilan menulis sebagai suatu proses berfikir dalam kebenaran yang dimilikinya (White & Arndt, 1997:3).
Agar mahasiswa menguasai keterampilan menulis, Raimes(1983) menguraikan sejumlah komponen yang harus dihadapi ketika menulis, yaitu:
  1. Tujuan menulis
  2. Isi yang hendak disampaikan
  3. Pemahaman terhadap calon pembaca
  4. Proses menulis
  5. Tata bahasa
  6. Sintaksis
  7. Pemilihan kata
  8. Tehnik penulisan
  9. Organisasi gagasan.
Disamping beberapa komponen tersebut yang harus diperhatikan penulis adalah pramenulis, pembuatan daftar tulisan, penyuntingan, dan publikasi.
  1. Keterampilan Presentasi
Istilah “presentasi” sekarang ini bukanlah sesuatu yang asing, hampir setiap hal yang ingi dikenalkan ke publik menggunakan presentasi.dalam presentasi seorang pembicara memaparkan detail-detail dari materi yang disempaikan dan terjadi hubungan dua arah, pembicara dengan audiens.
Presentasi sekarang ini telah banyak dibantu oleh teknologi, sehingga pesona presentasi tidak terpusat dan mengandalkan kepada pembicara atau pembicaraan, betapapun pembicara atau pembicaraan kurang menarik pesona tetapi dengan bantuan teknologi audio visual dan cara menggunakan yang canggih dan maksimal seperti LCD dengan program MS-PP dengan menampilkan gambar, animasi dan sedikit bantuan suara yang bervariasi dan menarik agar audiens terpesona. l
Dalam keterampilan Presentasi banyak hal yang harus diperhatikan dimulai sebelum presentasi, pembukaan presentasi, penyampaian presentasi bahkan dalam menutup prenstasi, dimana harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar presentasi yang disampaikan dapat dipahami oleh mahasiswa.
3). Meningkatkan Keterampilan Mengevaluasi Hasil Balajar
Keterampilan mengevaluasi hasil belajar merupakan aspek penting yang menunjang keberhasilan belajar. Hasil belajar yang diperoleh setiap mata kuliah penting dievaluasiuntuk menyikapi dan menindak lanjuti pembelajaran selanjutnya. Menyikapi permasalahan yang muncul pasca hasil belajar yang diperoleh, maka mahasiswa perlu dibimbing agar terampil melakukan evaluasi diri terhadap hasil belajar yang diperolehnya. Jenis keterampilan ini mencakup:
  1. Cara penghitungan IP/IPK
  2. Menyikapi secara positif dengan cara menerima secara realistis hasil belajar yang diperoleh
  3. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri berkaitan dengan hasil yang diperoleh
  4. Dapat menindak lanjuti hasil belajar dengan mengembangkan kekuatan dan memperkecil kelemahan yang pernah dilakukan berdasarkan analisis untuk
  5. meningkatkan prestasi belajarnya.

B. KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA
1. Makna Kemandirian
            Kata “mandiri” diambil dari dua istilah yang pengertiannya sering disejajarkan silih berganti, yaitu autonomy  dan independence, karena perbedaan sangat tipis dari kedua istilah tersebut. Independence dalam arti kebebasan secara umum menunjuk pada kemampuan individu melakukan sendiri aktivitas hidup, tanpa menggantunkan bantuan orang lain. Dalam kamus Inggris Indonesia istilah otonomi sama dengan autonomy, Swatantra, yang berarti kemampuan untuk memerintah sendiri, mengurus sendiri, atau mengatur kepentingan sendiri.
            Istilah “Kemandirian”menunjuk adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk menyelesaikan masalah tanpa bantuan khusus dari orang lain dan keengganan untuk di kontrol orang lain. Individu yang mandiri sebagai individu yang dapat berdiri sendiri, dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, mampu mengambil keputusan sendiri, mempunyai inisiatif dan kreatif, tanpa mengabaikan lingkungan dimana ia berada. Heathers mengemukakan, disamping kepercayaan akan kemampuan diri, dalam kemandirian juga ada unsur ketegasan diri dalam bentuk kebutuhan untuk menguasai tugas-tugas yang diberikan. Menurut Jhonson dan Medinnus, kemandirian merupakan salah satu ciri kematangan yang memungkinkan anak berfungsi otonom dan berusaha kearah prestasi pribadi dan tercapainya suatu tujuan.
            Menurut beberapa ahli, ”kemandirian” menunjuk pada kemampuan psikososial yang mencangkup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas mengatur kebutuhan sendiri (Lenher, 1976). kemandirian berarti kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain (watson & Lindgren, 1973). Kemandirian mengandung arti aktivitas perilaku terarah pada diri sendiri, tanpa minta bantun orang lain, dan coba menyelesaikan masalah sendiri, tanpa minta bantuan orang lain, dan mampuh mengatur diri sendiri (Bhatia,1977). Sementara Barnadib (1982) berpendapat, kemandirian mencangkup “perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah, mempunyai rasa percaya diri, dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa menggantungkan diri terhadap bantuan orang lain”.
            Menurut Jhonson dan Medinnus ( hanna, 1986), kemandirian merupakan salah satu ciri kematangan yang memungkinkan individu berfungsi otonom dan berusaha ke arah prestasi pribadi dan tercapainya suatu tujuan. Dalam beberapa pendapat tersebut dalam mengartikan kemandirian, dapatlah disimpulkan bahwa kemandirian mengindikasikan adanya unsur-unsur: tanggung jawab, percaya diri, berinisiatif, memiliki motivasi yang kuat untuk maju demi kebaikan dirinya, mantap mengambil keputusan sendiri, berani menanggung resiko  dari keputusannya, mampu menyelesaikan masalah sendiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, memiliki hasrat berkompetensi, mampu mengatasi hambatan, melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, bebas bertindak, tidak terpengaruh lingkungan, mampu mengatur kebutuhan sendiri, tegas bertindak, dan menguasai tugas-tugas.
            Dari pandangan-pandangan diatas dapatlah dipahami bahwa kemandirian tidak persis sama dengan otonomi, melainkan lebih luas cakupnya dari otonomi. Dalam tulisan ini digunakan istilah kemandirian yang merujuk pada konsep Steinberg (1993) menggunakan istilah autonomy. Menurutnya pribadi yang autonomous adalah pribadi yang mandiri.
2. Ciri-Ciri Kemandirian
Kemandirian secara psikososial tersusun dari tiga aspek pokok yaitu:
1.    Mandiri emosi adalah aspek kemandirian yang berhubungan dengan perubahan kedekatan atau keterikatan hubungan emosional individu, terutama sekali dengan orang tua atau orang dewasa lainnya yang banyak melakukan interaksi dengannya
2.    Mandiri bertindak adalah kemampuan untuk membuat keputusan secara bebas dan menindaklanjutinya
3.    Mandiri berpikir adalah kebebasan untuk memaknai seperangkat prinsip benar salah, baik buruk, apa yang berguna dan sia-sia bagi dirinya.
Ciri kepribadian mandiri dalam emosi dapat dilihat dalam hal:
1.    Menahan diri untuk meminta bantuan orang lain saat mengalami kegagalan, kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran
2.    Memandang orang lain objektif dengan segala kekurangan dan kelebihan
3.    Memandang orang tua dan guru sebagai orang pada umumnya, bukan semata-mata sebagai orang yang serba sempurna
4.    Memiliki energi emosi hebat untuk melepaskan diri dari ketergantungan kepada orang lain.
Ciri kepribadian mandiri dalam bertindak ditandai oleh:
1.    kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan mengetahui dengan pasti kapan seharusnya meminta pertimbangan orang lain
2.    Mampu mempertimbangkan berbagai alternatif dan tindakannya berdasarkan penilaian sendiri, mengetahui kapan dan bagaimana harus bersikap terhadap pengaruh, tawaran, bantuan, nasihat, dan dapat menangkap maksud-maksud yang terkandung dibalik tawaran, ajakan, pengaruh, bantuan, saran, pendapat, dan disampaikan orang lain
3.    Membuat keputusan yang bebas bagaimana harus bertindak melaksanakan keputusan dengan penuh percaya diri.
Ciri kepribadian mandiri dalam berpikir ditandai oleh:
1.    Cara berpikir semakin abstrak
2.    Keyakinan-keyakinan yang dimiliki semakin berbasis ideologis
3.    Keyakinan-keyakinan semakin mendasarkan pada nilai-nilai mereka sendiri bukan hanya nilai yang ditanamkan oleh orang tua.
3. Makna Kemandirian Belajar
            Ada beberapa istilah untuk menunjukkan kemandirian belajar, antara lain : independent learning, self directed learning, autonomous learning, self instriction, self access, self study, self education, out of class learning, self planned learning (Knowles, 1980). Beberapa istilah tersebut meskipun masing-masing lebih menekankan pada aspek dari sudut pandang tertentu, namun didalamnya sama-sama mengandung makna kemampuan mengontrol sendiri kegiatan belajarnya.
Beberapa pendapat yang populer menjelaskan bahwa kemandirian belajar sebagai kemampuan diri mengambil tanggungjawab belajarnya. Kemandirian belajar juga diartikan sebagai relasi psikologis pembelajar dengan proses dan materi pembelajar. Kemandirian belajar juga didefinisikan sebagai suatu situasi dimana pembelajar bertanggung jawab penuh mengambil keputusan dan menerapkannya dalam pembelajaran. Pendapat lain mengartikan kemandirian belajar sebagai pengenalan terhadap hak-hak pembelajar dalam sistem pendidikan, seperti ditulis Knowles sebagai berikut :
1.    Autonomy is the ability to take charge of one’s own learning.
2.    Autonomy is essentially a matter of the learner’s psycologycal relation to the process and content of learning.
3.    Autonomy is situation in which the learner is totally responsible for all the decisions concerned with his (or her) learning and the implementation of those decisions.
4.    Autonomy is the recognition of the rights of learner’s within educational systems
Seringkali orang menyalahartikan kemandirian belajar sebagai belajar mandiri atau belajar sendiri. Kesalahpengertian tersebut terjadi karena mereka yang belajar dalam sistem  pendidikan terbuka, seperti Universitas Terbuka, dituntut belajar sendiri tanpa tutor atau teman.
            Aspek-aspek belajar yang dapat diperankan oleh pembelajar di pendidikan terbuka bermacam-macam, tergantung pada tingkat kemampuan pembelajar serta seberapa luas otonomi yang diberikan oleh program pendidikan yang bersangkutan. Menurut Moore (1993), otonomi belajar yang diberikan kepada pembelajar pada dasarnya meliputi tiga aspek, yaitu : merancang program belajar, proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Dengan demikian, tingkat kemandirian pembelajar pada suatu lembaga, tergantung seberapa banyak dan luas lembaga tersebut memberikan otonomi atau kesempatan kepada pembelajar berperan pada ketiga aspek tersebut. Mempertegas pendapat Moore tersebut diatas, Keegan menyimpulkan bahwa tingkat kemandirian pembelajar dalam suatu program pendidikan dapat ditentukan berdasarkan jawaban atas tiga pertanyaan, yaitu:Siapa yang menentukan tujuan belajar?,Siapa yang memilih sumber dan media belajar ?, dan Siapa yang menentukan cara dan kriteria evaluasi hasil belajar ?.Jika jawaban atas pertanyaan tersebut diatas, pembelajar memperoleh keleluasaan untuk menentukan, atau setidaknya diajak menentukan ketiga aspek tersebut, maka proses pembelajaran tersebut dapat dipandang menekankan pada kemandirian pembelajar. Jika peran dosen lebih dominan dalam menentukan ketiga aspek tersebut, maka otonomi yang ada pada pembelajar menjadi kecil, sehingga kurang memberi kesempatan mengembangkan kemandirian belajarnya.
Dalam tulisan ini digunakan istilah “kemandirian belajar”, bukan “belajar mandiri”, karena istilah belajar mandiri dikenal dan bisa digunakan dalam sistem pendidikan terbuka. Istilah “kemandirian belajar”, disini untuk menunjukkan kemandirian belajar mahasiswa di Perguruan Tinggi, karena ditinjau dari segi usia, mahasiswa sudah memungkinkan dan dapat melakukan belajar secara mandiri, tanpa banyak tergantung kepada kendali dosen, meski keberadaan dosen masih tetap diperlukan, baik sebagai pembimbing, motivator, atau fasilitator dalam belajar.
            Kemandirian belajar tidak sama dengan autodidak. Kemandirian belajar bukan berarti belajar seorang diri, tetapi belajar dengan inisiatif sendiri, dengan ataupun tanpa bantuan orang lain yang relevan untuk membuat keputusan penting dalam menentukan kebutuhan belajarnya.
            Dalam proses belajar yang menekankan kemandirian pembelajar tidak berarti terlepas sama sekali dengan pihak lain. Bahkan dalam hal-hal tertentu pembelajar dimungkinkan untuk meminta bantuan dosen atau pihak lain yang dianggap dapat membantu pembelajar mendapatkan bantuan bimbingan dari dosen atau orang lain, tetapi bukan berarti harus bergantung pada mereka. Menurut Dodds (1983), ciri utama proses belajar yang menekankan kemandirian belajar bukanlah ketiadaan dosen atau teman, atau tidak adanya pertemuan tatap muka di kelas. Pertemuan tatap muka di kelas masih tetap dilaksanakan, terutama untuk mengonfirmasi pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh pembelajar diluar kelas yang relevan dengan bahan kuliah.
            Menurut Kozma, Belle, dan Williams(1978), kemandirian belajar merupakan bentuk belajar yang memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk menentukan tujuan, sumber dan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan sendiri. Dalam proses belajar, pembelajar dapat berpartisipasi secara aktif menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Menurut Miarso (2004), kemandirian belajar adalah pengaturan program belajar yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga setiap pembelajar dapat memilih atau menentukan bahan dan kemajuan belajarnya sendiri.
            Berdasarkan beberapa pendapat diatas, tampak bahwa kata kunci kemandirian belajar yaitu adanya inisiatif, tanggungjawab, otonomi dari pembelajar untuk proaktif mengelolah kegiatan belajarnya. Dalam proses belajar, mahasiswa tidak terus menerus menggantungkan diri kepada bantuan, pengawasan dan pengarahan dosen atau orang lain, tetapi didasarkan oleh rasa percaya diri dan motivasi diri untuk mencapai tujuan pembelajarannya.
            Karakteristik kemandirian belajar menurut Hiemstra (1998)
1.    Setiap pembelajar berusaha meningkatkan tanggungjawab untuk mengambil berbagai keputusan dalam usaha belajarnya.
2.    Kemandirian belajar dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran.
3.    Kemandirian belajar bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain dalam pembelajaran.
4.    Dengan kemandirian belajar, pembelajar dapat mentransfer hasil belajarnya yang merupakan pengetahuan dan ketrampilan ke dalam situasi yang lain.
5.    Pembelajar dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktifitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok, latihan-latihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi.
6.    Peran efektif guru atau dosen masih dimungkinkan, seperti dialog dengan pembelajar, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif.
Menurut Knowles (1980) ada beberapa ciri dalam pembelajaran yang menekankan unsur kemandirian dengan yang tidak, yang dapat dilihat dari :
1.    Apakah pembelajaran yang digunakan lebih berpusat pada pembelajar atau tidak
2.    Apakah pembelajaran yang diselenggarakan lebih bersifat dari bawah keatas (bottom-up) atau tidak
3.    Apakah pembelajaran yang digunakan lebih banyak dikendalikan oleh pembelajar atau dosen
Menurut Abdullah (2001) ada beberapa karakteristik dari kemandirian belajar yaitu :
1.    Kemandirian belajar memandang pembelajar sebagai manajer dan pemilik tanggungjawab proses pembelajaran mereka sendiri dengan mengintegrasikan self-management seperti mengatur jadwal, menentukan cara memilih sumber, dan melaksanakan pembelajaran dengan self-monitoring seperti memantau, mengevaliasi, dan mengatur strategi pembelajaran.
2.    Kemauan dan motivasi berperan penting dalam memulai, memelihara dan melaksanakan proses pembelajaran. Motivasi ini dapat memandu dalam mengambil keputusan, menopang menyelesaikan suatu tugas sedemikian rupa sehingga tujuan belajar tercapai.
3.    Kendali belajar bergeser dari para guru atau dosen kepada pembelajar. Pembelajar mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya.
4.    Dalam belajar mandiri memungkinkan mentransfer pengetahuan konseptual ke situasi baru, menghilangkan pemisah antara pengetahuan di sekolah dengan realitas kehidupan.
Kemandirian belajar memiliki beberapa prinsip, yaitu :
1.    Fokus pembelajaran berubah dari mengajar kepada belajar
2.    Ada usaha maksimum untuk memengaruhi diri pembelajar
3.    Ada dujkungan dan kerjasama teman sebaya
4.    Digunakan untuk penilaian sendiri atau teman
5.    Menekankan penuh pada perbedaan individual
6.    Menggunakan bantuan buku pencatat kejadian pembelajar sebagai dokumen dan alat refleksi belajar dan
7.    Peran dosen menciptakan kelas yang kondusif untuk mengembangkan kemandirian.
Kemandirian belajar dapat dipandang sebagai proses dan hasil. Dengan kata lain, kemandirian belajar dapat dipandang sebagai metode belajar dan juga sebagai hasil proses belajar yang melekat menjadi karakteristik pembelajar itu sendiri. Kemandirian belajar sebagai proses mengandung makna bahwa pembelajar mempunyai tanggungjawab besar dalam mencapai tujuan belajar tanpa tergantung kepada orang lain, dosen atau faktor eksternal lainnya. Kemandirian belajar dipandang sebgai hasil bila setelah mengikuti proses belajar, pembelajar menjadi mandiri.
Kemandirian belajar sering terhambat karena aspek berpikir dan bernalar banyak diambil alih oleh dosen. Mahasiswa terbiasa menelan pengetahuan yang telah dikunyahkan oleh dosen tanpa kontroversi (kebetulan dosen juga senang demikian), sampai suatu seketika mahasiswa harus menulis skripsi, mereka tidak mampu mengidentifikasi masalah yang pantas untuk diangkat dalam penelitian ilmiah, tidak mampu menuliskan gagasan dari masalah yang ditemukan secara logis dan sistematis, serta kurang mahir mempertanggungjawabkan data tertulis dihadapan penguji, karena mahasiswa lebih banyak dikendalikan dan menggantungkan diri kepada dosen.
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan diatas, dapat didefinisikan bahwa kemandirian belajar mahasiswa adalah kemampuan mahasiswa dalam belajar yang didasarkan pada rasa tanggungjawab, percaya diri, inisiatif, dan motivasi sendiri dengan atau tanpa bantuan orang lain yang relevan untuk menguasai kompetensi tertentu, baik dalam aspek pengetahuan ketrampilan maupun sikap yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah belajar.
Kemandirian belajar tumbuh karena dimilikinya ketrampilan belajar dan motivasi diri untuk melakukan aktifitas belajar. Mahasiswa yang kurang atau tidak memiliki ketrampilan belajar yang  memadai, mereka tidak dapat melakukan aktifitas belajar sendiri, karena mereka senantiasa bergantung dan mengharapkan bantuan orang lain.
4. Cakupan Kemandirian Belajar
a.    Kemandirian Dalam Perencanaan Belajar
            Kemandirian dalam merencanakan belajar dapat diketahui dari indikator-indikator : mantap memilih mata kuliah sendiri sesuai minat dan kemampuannya, bertanggungjawab mengisi sendiri KRS, siap menghadapi proses belajar.
b.    Kemandirian Dalam Pelaksanaan Proses Belajar
            Dengan kemandirian belajar, memungkinkan mahasiswa dapat mentransfer pengetahuan konseptual kepada situasi baru, menghilangkan pemisah antara pengetahuan di sekolah dengan realitas kehidupan keseharian. Jenis kemandirian dalam mengikuti proses belajar dapat dilihat dari indikator-indikator : serius menyimak perkuliahan, berminat membaca buku, bertanggungjawab menulis makalah sendiri, percaya diri dalam melakukan presentasi.
c.    Kemandirian Dalam Mengevaluasi Hasil Belajar
Kemandirian dalam mengevaluasi hasil belajar dapat dilihat dari indikator-indikator : berinisiatif menghitung sendiri IP/IPK, berinisiatif menganalisis kekuatan dan kelemahan diri berdasarkan hasil belajar yang diperolehnya berdasarkan hasil belajar yang diperolehnya, siap menerima hasil belajar sendiri secara realistis, mantap merencanakan sendiri tindakan untuk mempertahankan atau meningkatkan prestasi belajar di masa yang akan datang.
Ketiga jenis kemandirian belajar tersebut dapat dicapai dengan memberi bekal penguasaan ketrampilan belajar dan motivasi belajar. Pemberian motivasi saja tidak cukup tanpa melatih ketrampilan belajarnya. Penguasaan ketrampilan belajar saja tidak cukup tanpa memiliki motivasi sendiri untuk melakukan aktifitas belajar yang bermanfaat bagi dirinya. Motivasi berperan penting didalam memulai, memelihara, melaksanakan proses belajar, dan mengevaluasi hasil belajar. Motivasi belajar dapat memandu dalam mengambil keputusan, menopang menyelesaikan tugas sedemikian rupa sehingga tujuan belajar tercapai.
Wlodkowski (dalam Suciati, 2001) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, serta yang memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Sementara Ames dan Ames (Suciati, 2001) menjelaskan motivasi sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Menurut definisi ini, konsep diri yang positif akan menjadi motor penggerak bagi kemauan seseorang.
Dalam proses belajar, motivasi seseorang tercermin melalui ketentuan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan. Motivasi juga ditunjukan melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu tugas. McClelland menunjukan bahwa motivasi berprestasi mempunyai kontribusi sampai 64% terhadap prestasi belajar. Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller (1983) telah menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, yang disebut sebagai model ARCS, yaitu:
1.    Perhatian (Attention)
2.    Relevabsi (relevance)
3.    Percaya diri (confidence)
4.    Kepuasan (satisfaction)
5. Peran Dosen Dalam Menumbuhkan Kemandirian Belajar Mahasiswa
            Penyelenggaraan pendidikan diperguruan tinggi termasuk dalam jalur pendidikan sekolah, sesuai SK. MENDIKBUD no 056 –U /1994 pasal 1:” pendidikan tinggi adalah pendidikan jenjang yang lebih tinggi dari pendidikan menegah pada jalur pendidikan sekolah”.
            Keberhasilan penyelenggaraan program pendidikan pada jalur pendidikan disekolah harus didukung oleh tiga komponen: administrasi, pengajaran, dan bibingan. Ketiga komponen ini harus ada dalam penyelenggaraan pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai secara optimal.
            Komponen administrasi berkenaan dengan pengaturan penyelenggaraan administrsi dan  manajemen. Dalam komponen ini mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, pembagian tugas, perlengkapan, personalis, dan pengawasan. Tugas administrasi diselenggarakan oleh staf administrasi.
Komponen pengajaran bertujuan memberikan pengetahuan, keterampilan, penanaman, dan nilai-nilai. Tugas pengajaran diselenggarakan  oleh guru disekolah atau dosen di perguruan tinggi.
Menurut Prayitno (1994), bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu. Pengertian bimbingan yang lebih komprehensif diajukan oleh Nata widjajah sebagai berikut: bimbingan adalaah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secarah berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya. Dengan demikian, ia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya dan dapat memberkan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyakata umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai kepercayaan diri secara optimal sebagai mahluk sosial.
Dari beberapa pengertian para ahli, dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan kegiatan bantuan yang terencana, berkesinambungan, dan sistematis, dimana yang aktif untuk mengembangan diri, mengatasi masalah, atau mengambil keputusan adalah individu sendiri, karena pembimbing hanya sebagai fasilitator untuk menciptakan lingkuang kondusif agar individu mampu mengenal dan memahami potensi diri, menerima diri secara realistis, mengarahkan diri sesuai dengan potensi, kesempatan dan sistem nilai, dan membuat keputusan secara bertanggung jawab.
Dengan demikian makna bimbingan akademik cenderung kepada pengertian bimbingan yang diarahkan bagi tercapainya keberhasilan pembelajaran mahasiswa di perguruan tinggi. Landasan kerja bagi program bimbingan akademik di perguruan tinggi terdapat pada pasal 106 peraturan pemerintah no. 30 tahun 1990 pada ayat 2, 4, 5 dan 11 menyatakan bahwa mahasiswa mempunyai hak untuk :
a.    Memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dan layanan bidang akademik sesuai dengan minat, bakat, kegemaran dan kemampuan.
b.    Mendapat bimbingan dari dosen yang bertanggungjawab atas program studi yang diikutinya dalam penyelesaian studinya.
c.    Memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil belajarnya.
d.    Memperoleh pelayanan khusus bilamana cacat.
Landasan kerja bagi program bimbingan akademik di perguruan tinggi terdapat pada pasal 106 peraturan pemerintah no. 30 tahun 1990 pada ayat 2, 4, 5 dan 11 menyatakan bahwa mahasiswa mempunyai hak untuk :
e.    Memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dan layanan bidang akademik sesuai dengan minat, bakat, kegemaran dan kemampuan.
f.     Mendapat bimbingan dari dosen yang bertanggungjawab atas program studi yang diikutinya dalam penyelesaian studinya.
g.    Memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil belajarnya.
h.    Memperoleh pelayanan khusus bilamana cacat.
Seluruh perguruan tinggi di Indonesia dewasa ini menggunakan SKS, yaitu : suatu sistem penyelenggaraan pendidikan dengan menggunakan Satuan Kredit Semester untuk menyatakan beban studi mahasiswa, beban kerja dosen, pengalaman belajar, dan beban penyelenggaraan program. Dalam SKS tersebut, untuk program S1 misalnya, dijadwalkan sekurang-kurangnya 8 semester dan selama-lamanya 14 semester. Ketentuan ini berdampak pada perlunya bimbingan,  sebab mahasiswa yang melewati 14 semester dikenakan sanksi drop out.
Peran dosen di bagi atas tiga yaitu:
1.    Peran dosen sebagai manager dalam pembelajaran.
Peran dosen sebagai manager dalam pembelajaran bertanggungjawab atas segenap proses penyelenggaraan belajar dengan berusaha mengatur lingkungan sebaik-baiknya, sehingga terjadi proses belajar efektif.
2.    Peran dosen sebagai supervisor kegiatan mahasiswa.
a.    Memberikan motivasi kepada kelompok mahasiswa yang menjadi bimbingannya, baik melalui motivasi intrinsik maupun ekstrinsik.
b.    Membina mahasiswa untuk berlatih dalam kegiatan yang bersifat “problem solving”. Problem solving, yaitu merupakan “a process employed by all peopleat all levels of maturity of discovering or educing new relationship among things observed or sensed”.
c.    Membina mahasiswa terhadap hal-hal yang berkenaan dengan teknik mengajukan pertanyaan dalam perkuliahan.
d.    Membina dan mengembangkan sikap disiplin mahasiswa, yaitu “self control  for the purpose of holding undersirable impulses or habits in check”.
e.    Membina mahasiswa agar menjauhi sifat-sifat yang dianggap sebagai penyakit jiwa, seperti yang diungkapkan Ayyub (1994:57-133): sombong, menyepelekan orang lain, mengabaikan hak-hak orang lain, dendam, iri, marah, hasut, dll.
3.    Peran dosen sebagai pembimbing kemandirian belajar mahasiswa.
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Bimbingan terampil dan mandiri dalam belajar :
1.    Bimbingan untuk merencanakan belajar, seperti bimbingan pengambilan mata kuliah, pengisian KRS, dan persiapan mengahadapi perkuliahan.
2.    Bimbingan untuk menghadapi proses belajar, seperti bimbingan ketrampilan menyimak, membaca, menulis, dan presentasi.
3.    Bimbingan untuk mengevaluasi hasil belajar, seperti bimbingan cara menghitung IP/IPK, menganalisis kekuatan dan kelemahan diri, menyingkapi dan menindaklanjuti hasil belajar.
4.    Bimbingan untuk memotivasi belajar, dengan indikator : memotivasi untuk merencanakan belajar sendiri, memotivasi untuk mengikuti proses belajar sendiri dan memotivasi untuk mengevaluasi hasil belajar.
III. PENUTUP
 Kesimpulan
            Seorang mahasiswa sangatlah penting memiliki keterampilan belajar, agar mereka menjadi cakap dalam merencanakan belajar, cakap dalam mengikuti proses belajar, dan cakap mengevaluasi hasil belajar, sehingga mereka menjadi mahasiswa yang sukses dalam perkuliahanya, bisa menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari, dan bisa memanfaatkan pengetahuannya untuk mencapai kemajuan yang sebesar-besarnya.
Kemandirian juga dapat di simpulkan bahwa kemandirian mengindikasikan adanya unsur-unsur:tanggung jawab, percaya diri, berinisiatif, memiliki motivasi yang kuat untuk maju demki kebaikan dirinya, mantap mengambil keputusan sendiri, berani menanggung resiko dari keputusannya,mampuh menyelesaikan masalah sendiri, tidak tergantung pada orang lain, memiliki hasrat berkompetisi,mampuh mengatasi hambatan,melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam usaha, melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain, bebas bertindak, tidak terpengaruh lingkungan, mampuh mengatur kebutuhan sendiri, tegas bertindak, dan menguasai tugas-tugas.
            Kemandirian belajar yang dimaksut bukanlah kemandirian dalam arti belajar sendiri tetapi dorongan dari diri sendiri atau inisiatif diri untuk mau mencari ilmu dan mau berusaha mewujutkan cita-cita yang di impikan sendiri atau tanpa bantuan orang lain. Meskipun demikian, Dosen bukan berarti diam tanpa melakukan apa-apa tetapi dalam hal ini Dosen diberi kesempatan untuk dapat mengarahkan dan membimbing mahasiswa agar dapat melakukan mencapai tujuan yang diimpikan.




DAFTAR PUSTAKA
*      Nurhayati, Eti. Psikologi Pendidikan Inovatif. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2011
*      Nugroho, Dwi. Belajar Keterampilan Berbasis Keterampilan Belajar (Learning Skill Based Skill Learning), 2008


Comments

Popular posts from this blog

IPTEK DALAM ALKITAB

I.                    PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Metode ilmiah sering digunakan dalam pembahasan tentang pendidikan. Riset dan metode ilmiah merupakan metode pemecahan masalah yang mengacu pada berpikir reflektif yaitu berpikir menemukan masalah serta memecahkannya melalui kegiatan yang bertahap. Ilmu pendidikan adalah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. [1] Proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan hasil dari penemuan dan penelitian yang dilakukan manusia sebelumnya. Sebenarnya perkembangan tersebut diawali dengan rasa keingintahuan manusia yang sangat besar bahkan Paul Leady mengatakan bahwa ” Man is curious animals ”. [2] Keingintahuan tersebut yang mendorong manusia untuk berupaya menjawab kenyataan-kenyataan alamiah yang ada di dunia ini lewat berbagai cara, dan hal ini mendorong perkembangan ilmu dan pengetahuan. Selaras dengan asal katanya Sains berasal dari bahasa Latin “scieantia” dan terbentuk ka

GEREJA METHODIST INDONESIA

I.PENDAHULUAN A. Latar belakang Methodisme datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1905 setelah para misionaris Amerika mulai bekerja di Malaysia dan Singapura . Gereja Methodis di Indonesia saat itu adalah satu-satunya gereja yang tidak dimulai oleh para misionaris Belanda ataupun Jerman . Di Indonesia, para misionaris Amerika mulai bekerja di Jawa , Kalimantan , dan Sumatera . Pada tahun 1913 , setelah datangnya Bishop J. Robinson , konferensi yang pertama pun diselenggarakan di Sumatera Utara. Pada saat itu, Gereja Methodist dikenal sebagai gereja yang unik karena ini adalah satu-satunya gereja Protestan yang anggota-anggotanya terdiri atas suku Batak dan suku Tionghoa Indonesia, sementara gereja-gereja Protestan lainnya saat itu pada umumnya tersegregasi. Gereja Methodist Indonesia (GMI) adalah satu-satunya gereja di Indonesia yang hadir bukan sebagai hasil pekabaran Injil misi Belanda dan Jerman. Methodist adalah hasil pelayanan misionaris dari Amerika yang b

Makalah Proposisi Hipotesis

Tugas Kelompok Logika Dosen Pengampuh: Lydia Tumampas oleh, Budi Makaado Mormin Malatunduh Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Manado II. PEMBAHASAN A.     Proposisi Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni [1] : Subyek , perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang , benda , tempat, atau perkara. Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek. Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat . Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana . Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana . [2] Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. [3] Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat di percaya , disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat