Skip to main content

GEREJA METHODIST INDONESIA


I.PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Methodisme datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1905 setelah para misionaris Amerika mulai bekerja di Malaysia dan Singapura. Gereja Methodis di Indonesia saat itu adalah satu-satunya gereja yang tidak dimulai oleh para misionaris Belanda ataupun Jerman.
Di Indonesia, para misionaris Amerika mulai bekerja di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Pada tahun 1913, setelah datangnya Bishop J. Robinson, konferensi yang pertama pun diselenggarakan di Sumatera Utara. Pada saat itu, Gereja Methodist dikenal sebagai gereja yang unik karena ini adalah satu-satunya gereja Protestan yang anggota-anggotanya terdiri atas suku Batak dan suku Tionghoa Indonesia, sementara gereja-gereja Protestan lainnya saat itu pada umumnya tersegregasi.
Gereja Methodist Indonesia (GMI) adalah satu-satunya gereja di Indonesia yang hadir bukan sebagai hasil pekabaran Injil misi Belanda dan Jerman. Methodist adalah hasil pelayanan misionaris dari Amerika yang bekerja di Malaysia dan Singapura. GMI juga satu-satunya gereja yang keanggotaannya WNI dan asing.
Kebanyakan jemaat yang ada dimulai dari sekolah. Karena  itu sekarang  banyak jemaat yang juga mengelola sekolah. Pekabaran Injil melalui pendidikan umum dianggap cara terbaik sehingga jemaat cepat berkembang. Inilah salah satu kekhasan  lain  dari Gereja Methodist di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Singkat GMI?
2. Bagaimana Struktur Organisasi?
3. Apa Jabatan Gerejawi?
4. Bagaimana Majelis Jemaat?
5. Bagaimana Tata Ibadah?
6. Bagaimana Pelayanan GMI di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan Sejarah Singkat GMI
2. Menguraikan Struktur Organisasi
3. Menjelaskan Jabatan Gerejawi
4. Menjelaskan tentang Majelis Jemaat
5. Menjelaskan Tata Ibadah
6. Menjelaskan Pelayanan GMI di Indonesia





II.PEMBAHASAN
1. Sejarah Singkat GMI
Gereja ini merupakan hasil kegiatan pekabaran injil para misionaris Dewan Pekabaran Injil dan Perluasan Gereja Methodist (Board of Mission and Church Extension of the Methodist Church) dari Gereja Methodist Episkopal di Amerika Serikat (Episcopal Methodist Church). Pada tahun 1855 para misionaris itu mulai bekerja di Singapura.[1] Itulah sebabnya sejak perintisan (1905) lapangan pekabaran Injil Methodist berpencar secara luas di beberapa pulau seperti Jawa, Kalimantan dan Sumatra yang terdapat banyak orang Tionghoa. [2]
Dewan ini memusatkan pekerjaannya di Palembang dan Medan.[3] Pada tahun 1902, George F Pykett, pimpinan Distrik Penang dari Konferensi Malaysia datang ke Medan untuk melihat dibukanya beberapa pos pekabaran injil. Hong Teen, seorang Tionghoa yang pernah menjadi murid di  Method­ists  Anglo  Chinese  School di Penang adalah  salah  satu  yang ditemui Pykett.[4]
 Pada tahun 1905, Rev. John Russel Denyes mengganti kedudukan Pykett diutus menjadi misionaris Methodist pertama ke Jawa. Pada tahun itu juga Solomon Pakianathan diutus menjadi perintis Methodist pertama di Medan. Tahun 1906, Rev. Charles Worthington diutus menjadi misionaris Methodist pertama di Kalimantan Barat. Sepuluh tahun pertama, lapangan penginjilan Methodist sudah ada di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Bangka. Kota-kota besar dijadikan sebagai pangkalan seperti Jakarta, Bogor, Surabaya, Medan, Palembang, Pontianak, dan lain-lain.
Salah satu strategi Misi Methodist ialah mendirikan sekolah-sekolah Methodist di tempat Methodist bekerja. Dengan berdininya sekolah seperti Methodist Boys’ School dan Methodist Girls’ School, pengetahuan (akal budi) ditingkatkan dan pekabaran Injil dikembangkan. Terutama untuk orang-orang Tionghoa, kehadiran sekolah Methodist yang umumnya berbahasa Inggris mendapat sambutan yang positif, karena mereka dapat menikmati pendidikan di Indonesia setaraf dengan pendidikan orang-orang Tionghoa di Malaysia dan Singapura. Ketika itu hubungan dagang orang-orang Tionghoa di Indonesia, Singapura dan Malaysia sangat lancar. Banyak anak-anak Tionghoa dan Indonesia belajar di Singapura dan Penang. [5]
Akan tetapi, karena orang-orang Tionghoa di Indonesia adalah pedagang-pedagang yang mobilitasnya tinggi, setelah berhasil mencari uang, mereka cenderung kembali ke Tiongkok, walau banyak juga yang menetap di Indonesia.
Pada tahun 1921, Misi Methodist mulai mengarahkan pekabaran Injilnya ke kalangan orang Batak di Asahan, Sumatra Timur. Untuk mencegah konflik antarbadan misi, waktu itu pemerintah kolonial Belanda membagi daerah pekabaran Injil di Sumatra Utara. Badan Zending Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) bekerja di Tapanuli dan Simalungun untuk menginjili orang Batak, sementara Gereja Methodist bekerja di Sumatra Timur untuk menginjili orang-orang Tionghoa dan suku-suku yang ada di sana.
Dengan masuknya Badan Misi Methodist yang menginjili orang-orang Batak yang ada di Sumatra Timur, maka terjadilah perjumpaan antara Zending Methodist dan Zending RMG. Sejak tahun 1920-an banyak orang Batak yang pindah dari Tapanuli ke Sumatra Timur karena daya tarik kemajuan perkebunan dan perdagangan di sana. Untuk mencegah ketegangan antara kedua Badan Zending, maka pada tahun 1923 kedua delegasi Badan Zending mengadakan perundingan di Pematang Siantar, yang menghasilkan suatu kesepakatan yang antara lain berbunyi:
1. Zending RMG tidak membuka jernaat di daerah yang oleh pemerintah kolonial Belanda telah ditentukan sebagai daerah Zending Methodist (Sumatra Tirnur), dan sebaliknya, Misi Methodist tidak membuka jemaat di daerah RMG (Tapanuli dan Simalungun).
2. Kalau anggota Methodist pindah ke daerah RMG, maka jemaat RMG harus menerimanya melalui surat pindah anggota, dan sebaliknya kalau anggota RMG pindah ke daerah Methodist, Zending Methodist harus menerima melalui surat pindah anggota.
Demikianlah sejak tahun 1920-an, antara RMG (HKBP) dan Methodist telah terjalin suatu kerja sama yang baik bahkan mencetuskan semacam Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (seperti salah satu pernyataan dan ilma dokumen keesaan PGI yakni PSMSM yang sedang kita bicarakan sekarang).
Ternyata kemudian (paling tidak sejak tahun 1920-an), pekabaran Injil Methodist jauh lebih berkembang di kalangan Batak daripada di kalangan Tionghoa. Sumatra Timur menjadi lapangan pekabaran Injil Methodist yang paling pesat sejak tahun 1920-an dibandingkan dengan di Jawa dan Kalimantan.
Pada tahun 1928, Zending Methodist menutup pekerjaannya di Jawa dan Kalimantan, dan memusatkannya di Sumatra. Keputusan penutupan tersebut dipengaruhi dua faktor. Pertama, perjumpaan Zending Methodist dengan Nederlandse Zendingsvereniging (NZV) di Jawa Barat tidak harmonis, sehingga badan-badan zending Belanda melalui konsulat zending di Jakarta menekan misi Methodist keluar dari Jawa. Faktor lain ialah resesi ekonomi yang melanda Amerika pada tahun 1920-an yang berpengaruh besar pada dukungan dana di lapangan pekabaran Injil di Indonesia.
Kedua alasan itulah, ditambah dengan realitas pesatnya perkembangan pekabaran Injil di Sumatra Timur dan realitas lambatnya perkembangan di Jawa dan Kalimantan, maka Misi Methodist melakukan konsolidasi dan reorganisasi. Gedung-gedung gereja, gedung sekolah dan rumah sakit milik Zending Methodist, sebagian diserahkan kepada Badan Zending lain di Jawa dan Kalimantan dan sebagian lain dijual. Anggota jemaat Methodist beralih atau dialihkan ke dalam asuhan Badan Zending yang berasal dari Belanda. Sejak tahun 1928, pekerjaan Methodist terpusat di Sumatra (Sumatra Utara dan Sumatra Selatan) dan bekerja di kalangan berbagai golongan etnis.
Tahun 1964, Gereja Methodist Indonesia ditetapkan menjadii gereja yang otonom. Artinya, sejak saat itu GMI bukan lagi bagian integral dan Gereja Methodist di Amerika. Hubungan GMI dengan Gereja Methodist Amerika adalah hubungan partnership.
Sekarang GMI mempunyai anggota kurang lebih 60.000 jiwa. Dua per tiga adalah orang Batak dan sepertiganya lagi adalah orang Tionghoa. [6]

2. Struktur Organisasi
Gereja Methodist Indonesia terdiri dari dua Konferensi Tahunan (Annual Conference), yaitu:
a.Konferensi Tahunan wilayah I yang meliputi Sumatra Utara, Aceh dan Riau.
b.Konferensi
Tahunan wilayah II yang meiputi Sumatra Selatan, Jambi, Lampung dan Jawa.
Kedua Konferensi Tahunan tersebut mengadakan sidang setiap tahun untuk mengevaluasi dan merumuskan prioritas program tahunan. Dalam Konferensi Tahunan itu juga diadakan agenda-agenda seperti:
a. Menahbiskan pendeta baru.
b. Melantik guru Injil baru.
c.Penempatan pendeta/guru dan warga yang bekerja dalam
GMI.
d. Menyelesaikan masalah-masalah jabatan kependetaan yang timbul.
Kedua Konferensi Tahunan tersebut dipimpin oleh seorang bishop yang sekarang ini berkedudukan di Medan sebagai Kantor Pusat GMI.
Sekali dalam empat tahun GMI mengadakan Konferensi Agung yang merupakan Konferensi tertinggi dalam GMI. Konferensi Agung tersebut dihadiri oleh utusan pendeta dan warga gereja dan kedua wilayah Konferensi Tahunan itu. Jumlah pendeta yang mengikuti Konferensi Agung adalah 50% dan jumlah pendeta yang dipilih dalam Konferensi Tahunan masing-masing. Jumlah warga gereja sama dengan jumlah pendeta. yang juga dipilih oleh Konferensi Tahunan masing-masing. Tugas Konferensi Agung tersebut antara lain adalah:
a.Menetapkan Garis-garis Besar Program Kerja Empat Tahun.
b.Menetapkan perubahan-perubahan Disiplin (Tata Gereja).
c.Memilih bishop.
Setiap wilayah Konferensi Tahunan dibagi menjadi beberapa Distrik yang dipimpin oleh seorang Pimpinan Disirik. Pimpinan Distrik diangkat dan ditempatkan oleh bishop untuk menjadi pemimpin (gembala) dalam setiap distrik. Setiap distrik terdiri dari beberapa daerah Konferensi Resort, yang terdiri dari satu atau lebih jemaat dalam pelayanan seorang pendeta atau guru Injil.
Sebagaimana diketahui, GMI menganut sistem pemerintahan episkopal. Artinya. gereja dipimpin oleh bishop-bishop. Dalam GMI, seperti juga halnya gereja-gereja lain yang mewarisi tradisi keepiskopalan, bishop memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat besar. Dalam Disiplin GMI, tugas dan tanggung jawab seorang bishop dirinci sebagai berikut:
Ø  Mengawasi secara umum hidup kerohanian dan materi GMI (to oversee the spiritual and temporal affodis of the Church).
Ø  Memperhatikan masalah kehidupan rohani para pendeta dan guru Injil.
Ø  Memelihara hubungan yang baik antara GMI dengan gereja-gereja tetangga di dalam dan di luar negeri.
Ø  Mengadakan kunjungan ke daerah-daerah sesuai dengan rencana yang dlsusun bersama dengan para District Superintedent (Pimpinan Distrik) yang bersangkutan dan kunjungan lain yang dianggap perlu.
Ø  Memimpin Konferensi Agung dan Konferensi Tahunan.
Ø  Menguduskan bishop, menahbiskan pendeta, melantik guru Injil dan memberikan sertifikat kepada mereka.
Ø  Menentukan batas-batas Distrik dan Konferensi Resort dan melaporkannya pada Konferensi Tahunan untuk disahkan.
Ø  Menetapkan daerah misi.
Ø  Mengangkat dan menempatkan para pemimpin distrik.
Ø  Menempatkan pendeta, guru Injil dan pegawai lain yang bekerja dalam GMI.
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, bishop dibantu oleh departemen dan badan-badan di tingkat pusat antara lain:
a. Departemen Pendidikan.
b. Departemen PI dan Pembinaan.
c. Departemen Penatalayanan dan Diakoni.
d. Badan Pemelihara Harta Benda.
e. Badan Pengkajian, Perencanaan dan Pengembangan.
f. Dewan Pertimbangan Agung.
g. Panitia Disiplin. [7]
3. Jabatan Gerejawi
GMI mempercayai bahwa jabatan dalam gereja bersumber dari Yesus Kristus yang hakikatnya adalah pelayanan, sebagaimana terdapat dalam Markus 10:45. GMI mengakui doktrin “imamat am orang percaya”, yang berarti setiap orang yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah imam. Ungkapan terkenal dari John Wesley yang masih diwarisi hingga Sekarang berbunyi: “Setiap orang Methodist adalah Evangelis”. Artinya, kepada setiap warga GMI diberikan tanggung jawab untuk menjadi penginjil secara pribadi. Selain pemahaman umum di atas, GMI memiliki ketentuan khusus mengenai jabatan. Ada beberapa jabatan yang dimiliki GMI sesuai dengan tradisi Methodist secara umum, yaitu:
a.       Bishop
Telah disinggung di atas sedikit mengenai tugas dan tanggung jawab bishop. Dalam Gereja Methodist di Amerika, bishop dipilih untuk seumur hidup (for life). Penempatannya bisa berpindah-pindah dan suatu Konferensi Tahunan ke Konferensi Tahunan lain, yang diatur oleh Badan Episkopal (sebuah badan yang terdiri dan pendeta dan warga gereja).
Sementara itu, di Indonesia (sama seperti Singapura, Malaysia dan lain-lain), jabatan seorang bishop memiliki periode (for term); ia harus dipilih sekali untuk empat tahun. Kalau dia tidak terpilih lagi, maka (secara formal) dia tidak disebut bishop lagi. Kalau masih aktif (belum pensiun), maka sehabis masa jabatan sebagai bishop, dia dapat ditempatkan sebagai bishop yang baru untuk melayani di jemaat atau pada unit pelayanan lain. Seorang bishop hanya bisa menjabat dua periode berturut-turut (1 periode untuk empat tahun). Setelah berhenti satu periode dan umur masih memungkinkan, seseorang dapat dipilih kembali.
b. Pimpinan Distrik (District Superintendent)
Dalam GMI, jabatan District Superintendent (DS) biasa juga disebut Pimpinan Distrik atau Praeses yang sering juga dikatakan sebagai bishop kecil. DS bertugas sebagai pembantu bishop di distriknya masing-masing. Sebagaimana dikatakan di atas, DS diangkat dan ditempatkan langsung oleh bishop. Itu adalah hak “prerogatif’ bishop. DS bertindak sebagai “konektor” antara Konferensi Tahunan dengan jemaat dan antara bishop dengan pendeta (pemimpin jemaat). Di setiap wilayah Konferensi Tahunan terdapat satu kabinet yang terdiri dan bishop (sebagai ketua) dan para DS sebagai anggota. Forum kabinet inilah yang merupakan badan tempat dikonsultasikannya segala sesuatu mengenai GMI secara rutin dalam satu wilayah Konferensi Tahunan. Tugas rapat kabinet paling penting adalah memutuskan mutasi dan penempatan para pendeta dan guru Injil.

c.       Pendeta
Pendeta dalam GMI melaksanakan tugas untuk memberitakan firman Tuhan, melaksanakan sakramen Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Di samping tugas tersebut, pendeta juga melaksanakan tugas pemeliharaan rohani atau penggembalaan. Seorang pendeta Methodist terdaftar dalam Konferensi Tahunan dengan status “anggota penuh” (full membership). Artinya, pendeta tidak tergabung dalam satu jemaat tertentu, tetapi dia adalah anggota Konferensi Tahunan. Yang tergabung dalam satu jemaat hanya istri dan anak-anak pendeta.
Sebelum
seseorang diterima menjadi anggota Konferensi Tahunan, terlebih dahulu yang bersangkutan menjalani masa on-trial (percobaan, vikariat) paling sedikit selama 2 tahun bagi seorang Sarjana Teologi dan 4 tahun bagi yang bergelar Sarjana Muda Teologi. Selama masa on-trial tersebut pelayanannya akan dinilai oleh jemaat tempatnya melayani dan oleh Pimpinan Distriknya.
Setelah dilihat berhasil dalam
pelayanan, Konferensi Resort tempat yang bersangkutan melayani mengusulkan pada sidang Konferensi Tahunan (melalui DS) agar yang bersangkutan ditahbiskan menjadi pendeta. Usul tersebut akan diproses oleh satu badan yang disebut Badan Pengurus Latihan dan Penetapan Jabatan (BPLPJ) atau Board of Ordained Ministers. Kalau semua persyaratan sudah terpenuhi, maka Badan mi mengusulkan pada sidang Konferensi Tahunan agar yang bersangkutan ditahbiskan. Dalam sidang para pendeta untuk menerima pendeta baru, bishop menanyakan kepada sidang apakah sidang para pendeta dapat menerima si calon ini untuk menjadi anggota penuh Konferensi Tahunan dan ditahbiskan menjadi pendeta. Jika semuanya menerima (tidak boleh ada yang keberatan), maka yang bersangkutan akan ditahbiskan dalam satu kebaktian penutupan Konferensi Tahunan tersebut.
Mengenai penahbisan wanita, GMI sudah sejak tahun 1950- an menerima kehadiran pendeta wanita. Sejak zaman Zending (sebelum GMI otonom), sudah ada wanita menjadi Pimpinan Distrik dalam Gereja Methodist di Indonesia, yaitu Pdt. Gusta Robinett. Tidak ada perbedaan antara pendeta wanita dan pendeta pria dalam pelaksanaan tugas-tugas kependetaannya. [8]
4. Majelis Jemaat
Di setiap jemaat GMI dibentuk suatu badan (semacarn policy making body) yang dinamakan Majelis Jemaat. Anggota Majelis Jemaat ini merupakan teman sekerja pendeta/guru Injil. Komposisi Majelis Jemaat terdiri dari pendeta jemaat, guru Injil, lay-leader, ketua-ketua komisi, pemimpin Sekolah Minggu. Lay-leader adalah suatu jabatan dalam Majelis Jemaat yang boleh dikatakan sebagai wakil (informal) pendeta danlatau guru Injil yang melayani di suatu jemaat. Kalau dalam suatu jemaat ternyata tidak ada pendeta atau guru Injil yang ditetapkan bishop, maka otomatis lay-leader ini merupakan pelaksana harian tugas-tugas pemimpin jemaat, kecuali melaksanakan sakramen.
Dalam GMI tidak ada jabatan penatua. Yang ada adalah lay- speaker (pengkhotbah awam). Tugasnya adalah membantu pendeta dan guru Injil dalam melaksanakan tugas pemberitaan firman dan memimpin kebaktian. Dalam jemaat-jemaat GMI yang berlatar belakang suku Batak, mereka inilah yang sering disebut sintua (tidak baku), walau istilah Itu tidak ada dalam buku Disiplin GMI. Jabatan ini setiap tahun ditinjau dan diteliti dalam Sidang Konferensi Resort, apakah dapat diperpanjang atau tidak. [9]
5. Tata Ibadah
Tata ibadah di GMI berjalan secara fleksibel. Artinya, tata ibadah di setiap jemaat tidak diharuskan serupa dan awal hingga akhir ibadah. Setiap jemaat dapat mengadakan kekhasan ibadah dalam jemaatnya, asalkan disepakati oleh jemaat atau Majelis Jemaatnya. Memang secara umum GMI mempunyai tiga bentuk tata ibadah yang boleh dipilih oleh setlap jemaat. Fleksibilitas ibadah ini bertujuan supaya suasana ibadah yang hidup dan segar dapat diciptakan di setiap ibadah jemaat sehingga orang yang mengikuti ibadah dapat merasakan dinamika kebaktian tersebut.
Fleksibilitas tata ibadah ini didasarkan atas ajaran Methodist yang terdapat di dalam 25 pokok-pokok kepercayaan Methodist sedunia, yaitu:
Tidak begitu penting supaya semua tata cara dan upacara kebaktian sama di semua tempat atau sarna sekali serupa, karena tata cara dan upacara itu boleh berlainan dan dapat disesuaikan dengan keadaan negara. zaman, adat istiadat, asalkan jangan bertentangan dengan Firman Allah. Barang siapa dengan sengaja dan secara terbuka melanggar tata cara dan upacara gereja yang tidak bertentangan dengan Firman Allah dan telah disetujui dan ditetapkan oleh perhimpunan (jemaat), haruslah ditegur secara terbuka. agar pelanggaran itu jangan sampai melukai perasaan orang-orang yang masih lemah imannya. Tiap-tiap gereja (jemaat) berhak menambah, mengurangi tata cara dan upacara gereja asalkan tidak bertentangan dengan Firman Tuhan, bahkan harus meneguhkan iman (lih. Disiplin GMI, 1980, hIm. 16).
Dan kutipan di atas jelas bahwa di satu pihak, GMI memiliki prinsip fleksibilitas dalam tata ibadah, tetapi di pihak lain GMI menegaskan bahwa mengubah tata ibadah itu tidak sembarangan dilakukan, tetapi harus melalui persetujuan jemaat. Harus diketahui bahwa dalam struktur kemajelisan jemaat ada satu komisi yang menangani masalah ibadah dan kebaktian yang disebut Komisi Kebaktian. [10]
6. Pelayanan
Daerah pelayanan Gereja Methodist Indonesia meliputi hampir setengah wilayah Indonesia, dari Banda Aceh di bagian barat hingga Makassar di bagian timur.
Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan jasmani maupun rohani dalam bentuk pelayanan kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan.
GMI mempunyai sebuah rumah sakit Methodist (Rumah Sakit Methodist di Medan), sejumlah klinik, dan sejumlah sekolah dari tingkat playgroup hingga universitas. GMI juga memiliki dua sekolah tinggi teologi, yaitu untuk
  1. KONTA Wilayah I : Sekolah Tinggi Theologia - Gereja Methodist Indonesia (STT-GMI) di Bandarbaru, Sumatera Utara, dan
  2. KONTA Wilayah II : Sekolah Tinggi Theologia - Wesley (Institut Wesley Jakarta) di Jakarta.
Pada tahun 2012 GMI mempunyai 276 gereja, 248 pos pelayanan, 157 pendeta yang ditahbiskan, serta ratusan pelayan awam yang melayani 40.183 anggota penuh serta 49.913 calon anggota. Sekitar 80% dari jemaat-jemaat GMI tinggal di daerah-daerah pedesaan.
Anggota-anggota GMI terdiri dari berbagai suku bangsa dan bahasa. Kebaktian-kebaktiannya diselenggarakan dalam bahasa Indonesia, Inggris, Mandarin, Batak, dan sejumlah bahasa setempat lainnya.[11]


III. PENUTUP
A.    Kesimpulan
Gereja Methodist Indonesia (GMI) adalah satu-satunya gereja di Indonesia yang hadir bukan sebagai hasil pekabaran Injil misi Belanda dan Jerman. Methodist adalah hasil pelayanan misionaris dari Amerika yang bekerja di Malaysia dan Singapura. GMI juga satu-satunya gereja yang keanggotaannya WNI dan asing.
Gereja ini merupakan hasil kegiatan pekabaran injil para misionaris Dewan Pekabaran Injil dan Perluasan Gereja Methodist (Board of Mission and Church Extension of the Methodist Church) dari Gereja Methodist Episkopal di Amerika Serikat (Episcopal Methodist Church).
Di setiap jemaat GMI dibentuk suatu badan (semacarn policy making body) yang dinamakan Majelis Jemaat. Anggota Majelis Jemaat ini merupakan teman sekerja pendeta/guru Injil. Daerah pelayanan Gereja Methodist Indonesia meliputi hampir setengah wilayah Indonesia, dari Banda Aceh di bagian barat hingga Makassar di bagian timur.
DAFTAR PUSTAKA
Wellem F. Djara, 2004,  Kamus Sejarah Gereja, Jakarta, BPK
Daulay Richard M, 2003,  Mengenal Gereja Methodist Indonesia, Jakarta, BPK




[1] Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta,BPK, 2004) Hal.142
[2] Daulay, Mengenal Gereja Methodist Indonesia, (Jakarta, BPK, 2003) Hal. 4
[3] Wellem, Op.Cit, Hal. 142
[4] http://www.gmi-lampung.org/sejarah_singkat.asp di akses (Kamis, 13 Juni 2013: 01.00)
[5] Daulay, Op.Cit Hal. 4
[6] Ibid Hal 5-7
[7] Ibid Hal. 7-9
[8] Ibid. Hal 10-12
[9] Ibid
[10] Ibid hal. 13
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Methodist_Indonesia, di akses (Kamis, 13 Juni 2013: 0.47)

Comments

Popular posts from this blog

IPTEK DALAM ALKITAB

I.                    PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Metode ilmiah sering digunakan dalam pembahasan tentang pendidikan. Riset dan metode ilmiah merupakan metode pemecahan masalah yang mengacu pada berpikir reflektif yaitu berpikir menemukan masalah serta memecahkannya melalui kegiatan yang bertahap. Ilmu pendidikan adalah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. [1] Proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan hasil dari penemuan dan penelitian yang dilakukan manusia sebelumnya. Sebenarnya perkembangan tersebut diawali dengan rasa keingintahuan manusia yang sangat besar bahkan Paul Leady mengatakan bahwa ” Man is curious animals ”. [2] Keingintahuan tersebut yang mendorong manusia untuk berupaya menjawab kenyataan-kenyataan alamiah yang ada di dunia ini lewat berbagai cara, dan hal ini mendorong perkembangan ilmu dan pengetahuan. Selaras dengan asal katanya Sains berasal dari bahasa Latin “scieantia” dan terbentuk ka

Makalah Proposisi Hipotesis

Tugas Kelompok Logika Dosen Pengampuh: Lydia Tumampas oleh, Budi Makaado Mormin Malatunduh Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Manado II. PEMBAHASAN A.     Proposisi Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni [1] : Subyek , perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang , benda , tempat, atau perkara. Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek. Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat . Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana . Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana . [2] Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. [3] Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat di percaya , disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat