A. PSIKOTERAPI DENGAN NILAI-NILAI AGAMA
1. PENGERTIAN PSIKOTERAPI
Psikoterapi
secara etimologis mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jiwa
dan “therapy” dari Bahasa Yunani yang berarti “merawat” atau “mengasuh”.
Sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhdap aspek
kejiwaan sesorang”.
Menurut R. Wolberg.
M.D. ( 1997 ) dalam buku The Tecnique of Psychoterapy menuliskan: ” psikoterapi
adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan
yang berasal dari kehidupan emosional dimana seorang ahli secara sengaja menciptakan
hubungan secara profesional dengan pasien ”, yang bertujuan ( 1 ) untuk
menghilangkan atau mengubah gejala-gejala yang ada, (2) memperantarai (
perbaikan ) pola tingkah laku yang rusak, dan (3) meningkatkan perkembangan dan
pertumbuhan prilaku yang positif ”.
Agama dijadikan sebagai dasar
filosofis psikoterapi. Alasannya adalah karena agama melibatkan manusia
seutuhnya. Agama berarti kehidupan ” dunia-dalam ” seseorang tentang ketuhanan
disertai keimanan dan peribadatan dengan tujuan untuk mencapai kebahagian dunia
dan akhirat. Agama mengkaji manusia secara keseluruhan, sebagai totalitas
dengan seutuhnya dan dengan cara yang sedalam-dalamnya. Manusia dengan segala
aspek dan fungsi kejiwaan dikaji oleh agama.
Alasan mengapa agama melibatkan manusia seutuhnya;
·
Kehidupan atau pengalaman dunia-dalam
seseorang tentang ketuhanan berhubungan erat dengan fungsi finalis ( motivasi
dan emosi atau efektif dan konatif ).
·
Keimanan berhubungan erat dengan fungsi
kognitif.
·
Peribadatan berhubungan erat denngan sikap dan
fungsi motorik sebagai pelaksanaan dan realisasi kehidupan dunia seseorang.
Fungsi kejiwaan
manusia tidak dapat dipisahkan secara tegas, maka aspek agama juga merupakan
satu kesatuan yang melekat pada manusia sebagai totalitas yang utuh. Fungsi kognitif
tidak dapat dipisahkan dengan fungsi finalis dan motorik. Demikian pula dengan
kehidupan dunia-dalam seseorang yang tidak dapat dipisahkan dengan keimanan dan
peribadatan. Dalam psikoterapi yang dirawat dan disembuhkan adalah manusia
sebagai totalitas, dikarenakan akibat ganguan emosional itu mengenai manusia
seutuhnya. Demikian pula manusia yang dikenai agama adalah manusia sebagai
totalitas.
Tujuan psikoterapi adalah mengolah kepribadian klien agar mampu menyesuaikan dan merealisasikan dirinya sesuai dengan kodrat kemanusiaan. Realisasi ini dapat diumpamakan seperti proses kelopak bunga yang merekah secara alamiah untuk merealisasikan tumbuhnya kembang. Para ahli membantu proses merekahnya kelopaknya, sehingga bunga tampak indah. Dalam psikoterapi, para ahli membantu proses realisasi dari proses fitrah kliennya menuju kepada kehidupan yang bermakna, berarti, dan berguna. Makna hidup yang tertinggi adalah pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Pencipta diri dan alam semesta.
2.
PELAKSANAAN DALAM PSIKOTERAPY
·
Mendengarkan
·
Refleksi
·
Saran
·
Penjelasan Dan Penilaian
·
Memberikan Keterangan
·
Memupuk keyakinan
·
Mengajukan pertanyaan
·
Membuka diri
3. HUBUNGAN ANTARA BIMBINGAN
KONSELING, PSIKOTERAPY DAN RELIGIO PSIKOTERAPY /KONSELING
Agama adalah sangat
berkaitan sekali karena hal itu merupakan usaha pemberian bantuan kepada
seseorang yang mengalami kesulitan baik lahiriah maupun batiniah yang
menyangkut kehidupannya di masa kini dan di masa mendatang secara proses dan
bertahap. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan spiritual,
agar orang yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada
dirinya sendiri maupun dorongan dari kekuatan iman dan takwa kepada Tuhan.
Adapun tujuan dan fungsi dari Konseling Agama diantaranya : Untuk mengungkapkan
kemampuan dasar mental-spiritual dan agama dalam pribadi anak. Berusaha
meletakkan kemampuan mental-spiritual tersebut sebagai benteng pribadi anak.
Berusaha menanamkan sikap dan orientasi kepada hubungan dalam empat arah yaitu
dengan Tuhannya, dengan masyarakatnya, dengan alam sekitarnya dan dengan
dirinya sendiri. Berusaha mencerahkan kehidupan batin. Hakikat manusia dalam
pandangan Kristen ialah sebagai satu kesatuan yang terdiri dari tubuh, jiwa dan
roh yang saling terikat dan tidak mungkin dipisahkan menjadi beberapa bagian.
Sedangkan tujuan manusia hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Tuhan
Yesus Kristus dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam pandangan agama seorang manusia dikatakan mempunyai perilaku bermasalah
tatkala manusia melakukan sebuah aktivitas yang bertentangan atau tidak sesuai
dengan nilai-nilai agama tersebut yang telah menjadi pegangan hidup.
B. PERANAN AGAMA DALAM BK
1. PERANAN AGAMA DALAM TUJUAN BK
Pelayanan konseling di sekolah merupakan
usaha membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan
sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karier.
Tujuan bimbingan konseling yang terkait dalam
aspek belajar adalah:
a.
Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan
memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang
dialaminya.
b.
Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif
c.
Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
d.
Memiliki ketrampilan atau teknik belajar yang efektif.
e.
Memiliki ketrampilan untuk menetapkan tujuan dan perenanaan pendidikan.
f.
Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
2. PERANAN AGAMA TERHADAP KUALITAS KONSELOR DAN KLIEN DALAM BK
Kompetensi pembimbing dalam bimbingan
konseling adalah:
a. Memahami secara mendalam konseli yang hendak
dilayani
b. Menguasai landasan teoretik bimbingan
konseling
c. Menyelenggarakan bimbingan konseling yang
memandirikan
3. PERANAN AGAMA TERHADAP PENDEKATAN METODE DAN TEKNIK DALAM BK
Secara garis besar dalam konseling dibedakan
tiga macam pendekatan, yaitu:
a.
Konseling direktif, merupakan pendekatan konseling dengan peranan
konselor yang lebih aktif, lebih banyak memberikan pengarahan, saran-saran dan
pemecahan masalah.
b.
Konseling nondirektif, merupakan pendekatan konseling dengan peranan
konselor yang tidak dominan, klien berperan lebih aktif.
c.
Konseling ekletik, pendekatan ini berada di tengah-tengah atau bisa
dikatakan campuran antara konseling direktif dan nondirektif.
4. PERANAN AGAMA TERHADAP LINGKUNGAN BK
Konseli sebagai seorang individu yang sedang
berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang kearah kematangan dan kemandirian.
Untuk mencapai kematangan tersebut konseli memerlukan bimbingan karena mereka
masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya,
juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu, terdapat
suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung
secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan
itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi,
harapan, dan nilai-nilai yang dianut.
Perkembangan konseli tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada
lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi di dalam lingkungan dapat
mempengaruhi gaya hidup warga masyarakat.
Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi
gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut diantaranya pertumbuhan
jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat ekonomi
masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur
keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.
Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat,
seperti: maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat
kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obatan terlarang/narkoba yang tidak
terkontrol; ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral
orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli
(terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral,
seperti pelanggaran tata tertib sekolah, tawuran, meminum minuman keras,
menjadi pecandu narkoba, kriminalitas dan pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas
sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia
Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional
(UU No. 20 Tahun 2003), yaitu:
a. Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa;
b. Berakhlak mulia;
c. Memiliki pengetahuan dan keterampilan;
d. Memiliki kesehatan jasmani dan rohani;
e. Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri;
f. Memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif
(yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa
memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan
pendidikan tersebut.
5.
PERAN BIMBINGAN KONSELING
DI SEKOLAH
Sebagai
mitra orang tua, pihak sekolah atau guru memiliki tanggung jawab yang besar
dalam mendidik anak-anak dan membentuk karakter mereka agar menjadi serupa
dengan Kristus. Pada usia sekolah, anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu
mereka di sekolah. Dalam hal ini, guru-guru sekolah menjadi "orang
tua" bagi anak-anak. Guru wajib mendidik dan menuntun anak-anak menjadi
pribadi yang berprestasi dan berkarakter baik.
Yang
harus kita ketahui adalah anak-anak didik berasal dari latar belakang keluarga
yang berbeda-beda. Hal ini tentunya memengaruhi pola pikir dan karakter
anak-anak tersebut. Sebagai contoh, ada anak-anak yang taat kepada guru, rajin
belajar, mau memerhatikan saat guru menerangkan pelajaran, namun ada pula yang
suka bertengkar/tawuran, suka berbicara sendiri ketika guru mengajar, dan suka
membolos. Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh sekolah, sebagai mitra orang tua
siswa?
Lembaga
sekolah seharusnya memiliki guru Bimbingan Konseling (BK) dan ruang khusus
untuk melayani para siswa. BK di sekolah sangat diperlukan dalam pembentukan
pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan, dan
pemeliharaan kepribadian siswa. BK bukanlah polisi sekolah. BK adalah pihak
yang paling potensial menggarap pembentukan karakter anak dengan pendisiplinan
dan perhatian. BK bukanlah "guru killer" yang tugasnya memanggil,
memarahi, dan menghukum siswa bermasalah (nakal).
Undang-Undang
No.20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan:
"Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab."
Sementara
itu, konselor sekolah di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun
2003 telah diakui sebagai salah satu tenaga pendidik, seperti yang tersurat di
dalam Pasal 1: "Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan."
Dari
pengertian tersebut, guru BK memunyai tugas khusus dalam bimbingan dan
konseling (menurut Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nasional Nomor 25 Tahun 1993). Dengan
kata lain, konselor sekolah memunyai peran dan tugas yang terkait dengan
pendidikan karakter.
Pada
hakikatnya, peranan BK adalah mendampingi siswa dalam beberapa hal, antara lain
dalam perkembangan belajar/akademis, mengenal diri sendiri dan peluang masa
depan mereka, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, dan menyusun
rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu, serta mengatasi masalah
pribadi (kesulitan belajar, masalah hubungan dengan teman, atau masalah dengan
keluarga).
BK
dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan, bukan
menghukum anak nakal/bermasalah, tapi juga memberi pujian bagi anak yang
berprestasi. Dengan demikian, BK bisa menjadi tempat yang aman bagi setiap
siswa untuk membuka diri tanpa waswas akan pribadinya. Oleh karena itu,
tempatkan BK sebagai wadah bagi setiap siswa untuk mengadukan setiap persoalan
yang mereka hadapi, dan bantulah mereka dalam menghadapi persoalan tersebut.
Dengan demikian, sekolah dapat menolong para orang tua untuk lebih mengerti
anak-anak mereka.
6.
BIMBINGAN KONSELING UNTUK
PEMBENTUKAN KARAKTER
Untuk
membantu orang tua dalam pembentukan karakter anak, guru BK perlu melakukan
pendekatan personal, artinya guru BK harus kompeten, layak dicontoh, dan
menjadi figur yang dihormati. Dasar-dasar alkitabiah pun seharusnya diterapkan
dalam menolong anak didik, agar memiliki karakter yang baik. Tokoh panutan yang
berkarakter baik adalah Tuhan Yesus -- Sang Guru Agung, yang mengajarkan,
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu... Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri." (Matius 22:37-39)
Berikut ini adalah karakter yang dicontohkan dan dilakukan Yesus Kristus bagi
kita.
- Melayani dan memberi (Matius 20:28) dengan lemah lembut dan rendah hati (Matius 11:29).
- Mengasihi musuh dan semua orang (Matius 5:46).
- Sabar dan mau mengampuni (Kolose 3:13).
- Selalu taat (Filipi 2:8).
- Kebaikan, kemurahan, kesetiaan, penguasaan diri, dll. (Galatia 5:22-23).
Pembentukan
karakter Kristen membutuhkan kasih yang sungguh-sungguh dan komitmen untuk
melakukannya seumur hidup.
Di
dunia ini, banyak sekali faktor yang memengaruhi pembentukan karakter
anak-anak. Mulai dari anggota keluarga, media, lingkungan, dan teman-teman
mereka. Jika di dalam keluarga, orang tua tidak memberikan perhatian yang cukup
kepada anak, maka tidak mengherankan kalau anak-anak akan mencarinya di luar
rumah. Jika anak-anak masuk dalam lingkungan yang benar, seperti persekutuan di
gereja atau kelompok olahraga, tidak masalah. Akan tetapi, jika anak-anak
justru terjebak dalam pergaulan yang salah, ini yang berbahaya.
Karakter
anak juga dipengaruhi oleh media dan lingkungan. Seiring berkembangnya usia,
anak-anak biasa mengidolakan vokalis band, penyanyi solo, dan aktris/aktor
film/sinetron. Mereka akan meniru apa saja yang dilakukan oleh idola mereka,
tanpa memedulikan apakah yang mereka lakukan itu benar atau tidak. Misalnya
gaya hidup, gaya berpakaian, dan potongan rambut. Iklan-iklan yang muncul di
televisi tidak jarang membuat anak menjadi suka menuntut. Apa saja yang mereka
lihat harus dibeli, hal ini membuat anak terbiasa dengan konsumerisme. Demikian
juga dengan internet yang memberikan informasi tak terbatas. Selain itu, bahan
bacaan yang tidak layak dibaca juga memengaruhi karakter anak. Anak-anak yang
terbiasa membaca majalah porno, tentu memiliki karakter yang buruk tentang
seks. Dengan demikian, perlu perhatian dan pengawasan yang lebih intens
terhadap perilaku anak-anak.
Tuhan
menghendaki agar kita dan anak-anak kita menjadi murid-Nya yang setia dan
mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, menjadi semakin serupa dengan Sang
Guru, Tuhan Yesus. Oleh karena itu, dalam membimbing anak-anak kita perlu
membawanya kembali kepada Tuhan dan mengajaknya untuk meninggalkan hal-hal yang
tidak berkenan kepada-Nya. Semakin kompleks masalah anak, semakin banyak
perhatian dan bimbingan yang harus diberikan. Memosisikan diri sebagai teman
mereka merupakan cara yang cukup efektif dalam pembimbingan. Dengan demikian,
anak tidak merasa dihakimi, dipojokkan, dan ditekan. Mereka justru merasa
diperhatikan, ditolong, dan dikasihi. Hasilnya, anak-anak yang bermasalah akan
berubah dan karakter mereka dipulihkan. Proses ini tidak instan -- tidak cukup
sekali pertemuan, oleh karena itu guru pembimbing harus sabar dalam mengarahkan
anak.
Untuk
mengefektifkan pelayanan, BK bisa dijadikan mata pelajaran seperti pelajaran-pelajaran
lainnya, diintegrasikan dengan semua bidang studi yang lain, dilakukan di luar
pelajaran (bekerja sama dengan lembaga lain), atau gabungan ketiganya.
7.
MEMBIMBING ANAK YANG
BERKARAKTER KURANG BAIK
Karakter
buruk anak bisa terjadi karena anak memiliki gambar diri yang salah. Hal ini
diakibatkan karena kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi. Berikut adalah
beberapa ciri-cirinya:
- Mudah emosi, mudah menyimpan akar pahit, cinta uang, takut gagal.
- Merasa tidak dimiliki, sehingga anak merasa dirinya tidak disukai orang lain.
- Merasa tidak berguna, sehingga anak merasa kehilangan arti hidupnya atau tidak punya tujuan dan merasa hidupnya sia-sia.
- Merasa tidak berharga, sehingga anak melihat keberadaan dirinya dari sudut pandang yang selalu kurang atau buruk.
Ini
semua disebabkan oleh tipu daya iblis, filsafat dunia yang salah, dan
kedagingan manusia (1 Korintus 3:3-4, 2 Korintus 11:3,
dan Kolose 2:8).
Untuk
membimbing anak yang seperti ini, katakanlah kepada mereka secara
berulang-ulang bahwa apa yang mereka rasakan tidak benar. Harga diri mereka
tidak ditentukan oleh penampilan luar dan kata orang, tetapi apa yang ada di
dalam diri mereka dan apa kata Tuhan. Ajak mereka mengatakan:
- Saya diciptakan segambar dengan Tuhan (Kejadian 1:26).
- Saya berharga di mata Tuhan (Yesaya 43:4).
- Saya adalah Bait Allah, Roh Kudus berdiam dalam diri saya (1 Korintus 3:16-17).
Yakinkan
anak-anak bahwa mereka berharga di mata Allah dan Allah menghendaki mereka
menjadi anak-anak yang berhasil dan berguna bagi Dia.
III. PENUTUP
KESIMPULAN
Psikoterapis secara etimologi adalah
“psyche” yang artinya jiwa dan “therapy” dari
Bahasa Yunani yang berarti “merawat” atau “mengasuh”. Sehingga psikoterapi
dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhdap aspek kejiwaan sesorang”. Pelaksanaan
psikoterapi yaitu mendengarkan, refleksi, saran, penjelasan dan penilaian,
memberikan keterangan, memupuk keyakinan, mengajukan pertanyaan dan membuka
diri.
Adapun
tujuan dan fungsi dari Konseling Agama diantaranya : Untuk mengungkapkan
kemampuan dasar mental-spiritual dan agama dalam pribadi anak. Berusaha
meletakkan kemampuan mental-spiritual tersebut sebagai benteng pribadi anak.
Berusaha menanamkan sikap dan orientasi kepada hubungan dalam empat arah yaitu
dengan Tuhannya, dengan masyarakatnya, dengan alam sekitarnya dan dengan
dirinya sendiri. Berusaha mencerahkan kehidupan batin.
Dasar-dasar alkitabiah pun
seharusnya diterapkan dalam menolong anak didik, agar memiliki karakter yang
baik. Tokoh panutan yang berkarakter baik adalah Tuhan Yesus -- Sang Guru
Agung, yang mengajarkan, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu
dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu... Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22:37-39)
DAFTAR PUSTAKA
Gunarsa, S., 2012, Konseling Dan Psikoterapi, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Hikmawati, Fenti., 2011, Bimbingan Konseling, Jakarta:Rajawali pers
http://timotius-sukarman.blogspot.com/2011/08/pentingnya-bimbingan-konseling-di.html
http://c3i.sabda.org/peran_bimbingan_konseling_dalam_pembentukan_karakter_siswa
Comments
Post a Comment