Skip to main content

AGAMA DAN MASYARAKAT


BAB I
PEMBAHASAN
A.  Definisi Agama
Agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluatif (menilai). memberikan definisi yang deskriprif (menggambarkan apa adanya), yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya. Dalam aliran fungsionalisme Agama dipandang sebagai suatu institusi yang lain, yang mengemban tugas (fungsi) agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup lokal, regional, nasional maupun mondial.
Definisi empiris, Pengalaman dijadikan landasan perumusan apa agama itu, mencakup lapangan yang cukup luas. bermula dari persoalan yang menyangkut kehidupan manusia sehari-hari hingga masalah yang mengatasi keperluan hidup sekarang ini yang tak terjangkau oleh “empiri” (pengalaman) atau yang “supra-empiris”.
Manusia masih dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu kelangkaan kemiskinan dan penderitaan. Lalu apa yang dibuat manusia? Menyerah kepada nasib? Jawaban atas pertanyaan itu sudah jelas dari pengalaman biasa sehari-hari (maupun dari sejarah bangsa-bangsa) yang sekian banyak jumlahnya yang terdiri atas usaha-usaha manusia yang terus-menerus melihat seluruh kompleks kelemahan bukan saja sebagai rintangan yang menghalangi proses perkembangannya melainkan sebagai tantangan berat yang harus diatasi secara tuntas, minimal untuk mengurangi pengaruh buruknya.
Dari pengamatan yang sama dapat ditarik kesimpulan penting yang lain bahwa manusia tidak hanya menggunakan kekuatan supra-empiris yang tertinggi (yang disebut Tuhan) untuk kepentingan supra-empiris.
Dalam penjelasan tersebut dapat memberi rumusan mengenai apa agama itu. Agama ialah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya. [1]
B. Lingkup Iman dan lingkup agama
Iman ialah kekuatan batin dengan mana manusia menanggapi sesuatu yang bermakna. Kekuatan-kekuatan itu dianggap sebagai “yang suci”, “angker” atau sakral, yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi, yang dapat memberi pengaruh baiknya kepada manusia.
Pengertian agama (religi) dipandang sebagai wadah lahiriah atau sebagai instansi yang mengatur penyataan iman. Tanpa adanya agama sebagai suatu wadah yang mengatur dan membina maka keseluruhan kebudayaan (religius) tersebut akan sukar dibina dan diwariskan kepada angkatan (umat beriman) berikutnya. Kawasan inilah yang menjadikan obyek pengkajian sosiologi. Ini dapat dibedakan dalam tiga kawasan yaitu:
1. Kawasan “Putih”
Ialah suatu kawasan di mana kebutuhan manusiawi yang hendak dicapai masih dapat dicapai dengan kekuatan manusia sendiri.
2. Kawasan  “hijau”
Meliputi daerah usaha di mana manusia merasa aman dalam artian akhlak (moral).
3. Kawasan “hitam”
Meliputi daerah usaha di mana manusia secara radikal dan total mengalami kegagalan yang disebabkan ketidakmapuan mutlak manusia sendiri.[2]
C. Fungsi agama bagi manusia dan masyarakatnya
Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat dilepas dari tantangan-tantangan  yang dihadapi manusia dan masyarakat seperti ketidakpastian, ketidakmampuan, dan kelangkaan. Untuk mengatasi yang demikian manusia lari kepada agama. Manusia memberikan suatu fungsi tertentu kepada agama seperti fungsi edukatif, fungsi penyelamatan, fungsi pengawasan sosial, fungsi memupuk persaudaraan,dan fungsi transformati. [3]
D. Pengaruh agama terhadap stratifikasi sosial
Ada beberapa pandangan mengenai pengaruh agama atas lapisan-lapisan sosial dan sebaliknya, yaitu. Golongan petani, Golongan pengrajin dan pedagang kecil, golongan pedagang besar,golongan karyawan,golongan kaum buruh, golongan elite dan hartawan, kategori orang dewasa dan kategori orang muda, dan golongan wanita.[4]
E. Pengaruh agama atas bidang kehidupan
Sebagaimana halnya tentang larangan yang diajarkan tentang agama tertentu berpengaruh atas proses sosial atau jalannya kehidupan masyarakat, demikian pula ajaran moral yang bersifat deterministis berpengaruh pada cara berpikir dan pola tingkah laku para penganut yang bersangkutan.[5]
F. Kelestarian eksistensi agama dalam masyarakat
Kelestarian agama terjamin di mana kenyataan dewasa ini bahwa agama belum lenyap bahwa belum ada tanda-tanda yang meyakinkan akan kelenyapannya, meskipun di samping itu terdapat ramalan-ramalan yang belum terbukti dari beberapa ahli yang mengatakan bahwa agama akan lenyap.[6]


BAB II
PENDAPAT KELOMPOK DALAM KAJIAN PAK
Realitas kepelbagaian dunia saat ini hampir tidak ada negara-negara besar yang tidak multikultural dan multi religius. Ada beberapa negara yang sebelumnya agama yang dianut penduduknya didominasi oleh satu agama tetapi sekarang justru menjadi sangat multi religius, misalnya di Inggris, India, dan Amerika Serikat.
Ada begitu banyak pengalaman yang menarik yang dialami oleh orang-orang percaya di berbagai belahan dunia dalam konteks kepelbagaian agama dan budaya. Kita dapat belajar dari pengalaman yang sangat berharga yang telah dialami mereka sehingga kita dapat memikirkan suatu pendekatan yang relevan dalam konteks demikian tanpa mereduksikan nilai-nilai religius dalam masing-masing agama atau budaya yang ada.
- Seorang kepala sekolah di sebuah sekolah Kristen khusus para wanita menjadi kebingungan sebab sekolah yang dikelolanya harus menjadi bagian dari sistem pendidikan negara tersebut. Kekhasan sebagai sekolah Kristen sudah sangat berkurang sebab kurikulum dan sistem pendidikan diatur oleh negara.
- Di Inggris, seorang kepala sekolah disekolah yang didirikan oleh gereja menjadi kebingungan sebab sebagian besar muridnya tidak beragama kristen tetapi beragama Islam dan Hindu. Masalahnya ialah Pendidikan Agama Kristen merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi setiap nara didik. Selain itu, kegiatan studi Alkitab merupakan kegiatan wajib tetapi pesertanya sangat sedikit.[7]
Dalam Kemajemukan di Indonesia, kepelbagaian Agama Menurut para teolog Asia (Aloysius Pieris, SJ dan A. Yewangoe) bahwa konteks khas Asia adalah kepelbagaian Agama dan kemiskinan yang sangat mencolok. Di Asia lahir dan bertumbuh dengan sangat kuat agama-agama besar yang ada di dunia. seperti agama Budha, Agama Hindu, Agama Yahudi, Agama Kristen, Agama Islam dan Agama Kong Hu Cu. Di Indonesia, hampir semua agama-agama besar tersebut di atas berkembang dengan baik. Kemajemukan penganut agama tersebut di atas hanya dilihat dari agama-agama monotheisme. Padahal kalau kita mau jujur mengakui bahwa agama-agama polytheisme juga masih begitu banyak penganutnya di Indonesia. Di daerah-daerah di seluruh Indonesia masih ada penganut-penganut agama suku setempat walaupun eksistensinya tidak diakui oleh hukum negara tetapi keberadaannya tidak terbantahkan.
Dengan memperhatikan realitas konteks seperti diuraikan di atas, maka menjadi sangat jelas bagi bahwa upaya merumuskan Pendidikan Agama Kristen dalam konteks masyarakat pluralistik adalah sesuatu yang sangat mendesak di Indonesia saat ini. Kita tidak dapat membangun kekristenan kita terlepas realitas kemajemukan tersebut. Memang harus diakui bahwa pada masa lalu gereja seakan-akan membangun diri tanpa bersentuhan dengan kepelbagaian itu. Dalam sejarah umat Israel sebagai umat pilihan Allah, sikap eksklusif dibangun dengan rapihnya. Mereka memisahkan diri dari bangsa-bangsa “kafir” bahkan memusuhi mereka. Mereka lupa bahwa keterpilihan mereka adalah untuk menjadi saluran berkat Tuhan (Kejadian 12:1-9). Pendidikan Agama Kristen dalam gereja, seperti Katekisasi, mungkin belum ada yang memasukan tentang agama-agama lain dalam kurikulum. Kalaupun ada lebih banyak membahas agama-agama lain yang pada akhirnya menjelaskan superioritas agama Kristen. Atau dengan kata lain belajar agama-agama lain untuk mencari kelemahannya kemudian menjadikannya sasaran proselitisme. Pendekatan ini seperti ini sama sekali tidak menolong kita untuk merelasikan diri secara positif dengan orang yang berkepercayaan lain.[8]
Dalam iman kristen, agama adalah ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yesus Kristus yang adalah kepala Gereja. Iman bukan persetujuan intelektuil bahwa ajaran-ajaran tertentu benar, juga bukan pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan. Melainkan iman adalah kepercayaan yang praktis pada sesuatu yang lebih dihargai daripada semua yang lain. Iman  adalah kesetiaan kepada hal yang kita anggap paling pokok dalam kehidupan kita, pusat yang memberi arti kepada seluruh kehidupan kita. Kita beriman kepada hal yang kita pegang meskipun kita harus menyerahkan semua yang lain. Obyek iman kita mungkin Allah, mungkin sesuatu yang lain. Tetapi dalam PAK kita diajarkan untuk beriman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Iman selalu mengandung kepercayaan. Beriman kepada Allah berarti mempercayaiNya lebih daripada segala sesuatu yang lain. Kita percaya bahwa Dia mempunyai kuasa dan kebijaksanaan untuk memimpin hidup kita. Kita juga percaya bahwa Dia mengasihi kita dan Dia hendak membimbing kita ke arah yang terbaik bagi kita. Kita percaya kepada Dia sebagai Tuhan yang lebih dapat diandalkan daripada segala tuhan yang lain. Kita percaya bahwa kehidupan kita hanya dapat berharga kalau kita hidup untuk Dia sesuai dengan maksudNya. Kita percaya bahwa Dia dapat menyebabkan kehidupan kita berarti. Maka kita menyandarkan hidup kita pada Dia. Iman juga mengandung kesetiaan. Kesetiaan itu sepasang dengan kepercayaan. Kepercayaan merupakan segi iman yang lebih pasif. Kepercayaan patut dinyatakan dengan pengakuan, “Aku percaya .kepada ... Kesetiaan merupakan segi iman yang lebih aktif. Kesetiaan patut dinyatakan dalam sumpah: “Aku berjanji bahwa...Kesetiaan kepada Allah berarti berpegang teguh kepada kewajiban kita kepadaNya sebagai kewajiban kita yang utama. Kita bertekad untuk melayani Allah sekalipun pelayanan itu berbahaya atau tidak populer.  Iman sebagai kepercayaan ternyata dalam alasan Petrus untuk terus mengikut Yesus meskipun banyak orang lain pergi: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? PerkataanMu adalah perkataan yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dan Allah” (Yoh 6:68-69). Petrus mengakui imannya bahwa hanya Kristus dapat dipercayai untuk membimbing kehidupan dan memberi arti kepadanya.[9] 
Agama dalam masyarakat khususnya dalam kaitannya dengan PAK adalah di mana lebih mendidik dan mengajar masyarakat lebih mengenal akan Tuhan Yesus.


BAB III
KESIMPULAN
Agama ialah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya.
Iman ialah kekuatan batin dengan mana manusia menanggapi sesuatu yang bermakna. Kekuatan-kekuatan itu dianggap sebagai “yang suci”, “angker” atau sakral, yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi, yang dapat memberi pengaruh baiknya kepada manusia.
Pengertian agama (religi) dipandang sebagai wadah lahiriah atau sebagai instansi yang mengatur penyataan iman. Tanpa adanya agama sebagai suatu wadah yang mengatur dan membina maka keseluruhan kebudayaan (religius) tersebut akan sukar dibina dan diwariskan kepada angkatan (umat beriman) berikutnya. Kawasan inilah yang menjadikan obyek pengkajian sosiologi. Ini dapat dibedakan dalam tiga kawasan yaitu: Putih, Hijau, Hitam.
Ada beberapa pandangan mengenai pengaruh agama atas lapisan-lapisan sosial dan sebaliknya, yaitu. Golongan petani, Golongan pengrajin dan pedagang kecil, golongan pedagang besar,golongan karyawan,golongan kaum buruh, golongan elite dan hartawan, kategori orang dewasa dan kategori orang muda, dan golongan wanita.
Kelestarian agama terjamin di mana kenyataan dewasa ini bahwa agama belum lenyap bahwa belum ada tanda-tanda yang meyakinkan akan kelenyapannya, meskipun di samping itu terdapat ramalan-ramalan yang belum terbukti dari beberapa ahli yang mengatakan bahwa agama akan lenyap.
Agama dalam masyarakat khususnya dalam kaitannya dengan PAK adalah di mana lebih mendidik dan mengajar masyarakat lebih mengenal akan Tuhan Yesus.


[1]   Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta, Kanisius, 1993) Hal. 29
[2] Ibid, Hal.36
[3] Ibid, Hal. 38
[4] Ibid, Hal. 57
[5] Ibid, Hal. 69
[6] Ibid, Hal. 73
[7] Eka Darmaputra, Imanku dan Iman Sesamaku, (Jakarta: BPK GM, 1987), hal. 1.
[8] Kadarmanto, Pendidikan Agama Kristen dalam Konteks Masyarakat Indonesia yang Majemuk (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1998),hal. 107-123.
[9] Malcolm, Pengambilan Keputusan Etis, (Jakarta, BPK, 2012) Hal. 71

Comments

Popular posts from this blog

IPTEK DALAM ALKITAB

I.                    PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Metode ilmiah sering digunakan dalam pembahasan tentang pendidikan. Riset dan metode ilmiah merupakan metode pemecahan masalah yang mengacu pada berpikir reflektif yaitu berpikir menemukan masalah serta memecahkannya melalui kegiatan yang bertahap. Ilmu pendidikan adalah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. [1] Proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan hasil dari penemuan dan penelitian yang dilakukan manusia sebelumnya. Sebenarnya perkembangan tersebut diawali dengan rasa keingintahuan manusia yang sangat besar bahkan Paul Leady mengatakan bahwa ” Man is curious animals ”. [2] Keingintahuan tersebut yang mendorong manusia untuk berupaya menjawab kenyataan-kenyataan alamiah yang ada di dunia ini lewat berbagai cara, dan hal ini mendorong perkembangan ilmu dan pengetahuan. Selaras dengan asal katanya Sains berasal dari bahasa Latin “scieantia” dan terbentuk ka

GEREJA METHODIST INDONESIA

I.PENDAHULUAN A. Latar belakang Methodisme datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1905 setelah para misionaris Amerika mulai bekerja di Malaysia dan Singapura . Gereja Methodis di Indonesia saat itu adalah satu-satunya gereja yang tidak dimulai oleh para misionaris Belanda ataupun Jerman . Di Indonesia, para misionaris Amerika mulai bekerja di Jawa , Kalimantan , dan Sumatera . Pada tahun 1913 , setelah datangnya Bishop J. Robinson , konferensi yang pertama pun diselenggarakan di Sumatera Utara. Pada saat itu, Gereja Methodist dikenal sebagai gereja yang unik karena ini adalah satu-satunya gereja Protestan yang anggota-anggotanya terdiri atas suku Batak dan suku Tionghoa Indonesia, sementara gereja-gereja Protestan lainnya saat itu pada umumnya tersegregasi. Gereja Methodist Indonesia (GMI) adalah satu-satunya gereja di Indonesia yang hadir bukan sebagai hasil pekabaran Injil misi Belanda dan Jerman. Methodist adalah hasil pelayanan misionaris dari Amerika yang b

Makalah Proposisi Hipotesis

Tugas Kelompok Logika Dosen Pengampuh: Lydia Tumampas oleh, Budi Makaado Mormin Malatunduh Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Manado II. PEMBAHASAN A.     Proposisi Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni [1] : Subyek , perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang , benda , tempat, atau perkara. Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek. Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat . Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana . Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana . [2] Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. [3] Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat di percaya , disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat