II. PEMBAHASAN
A. Pola
Penafsiran Orang Yahudi: Dari Ezra sampai Zaman Tuhan Yesus
Sejarah penafsiran PL ( atau Kitab Suci
Yahudi) boleh dikatakan sama panjang dengan sejarah Kitab itu sendiri, selain
itu , sejak masa awal kitab-kitab (atau berita) ini sudah sangat dihormati
orang Yahudi, dan berfungsi sebagai kanon dalam kehidupan mereka. Bersama
dengan lewatnya waktu , akhirnya kitab-kitab ini selesai ditulis, lalu diterima
sebagai Tanak, kitab Suci orang Yahudi. Dalam masa yang cukup panjang ini ,
berkembanglah berbagai penafsiran dan dalam masa itu berita Kitab Suci orang
Yahudi yang membentuk iman, identitas dan kelakuan komunitas, perlu
diulang dan diterapkan situasi baru.
Proses ini membutuhkan penafsiran supaya Kitab Suci orang Yahudi tetap relevan
bagi mereka yang hidup dalam keadaan yang tidak sama.
Penafsiran orang Yahudi tidak terlepas dari
kehidupan mereka dan mereka mengalami perubahan drastis setelah mereka
dikalahkan musuh diantaranya ketika banyak orang Yahudi tertawan ketika
Kerajaan Utara dikalahkan Asyur (721 SM),ketika mereka terpencar lagi waktu
Kerajaan Selatan jatuh ke tangan orang Babel dan Yerusalem dihancurkan (587 SM)
dan ketika mereka merantau ke tanah asing karena terpaksa atau karena ingin
mencari kehidupan yang lebih layak. Berkaitan dengan ini, ada dua faktor multiaspek yang memberi pengaruh besar kepada
mereka yaitu:
1.
Orang
Yahudi makin berinteraksi dengan bangsa lain, khususnya mereka yang hidup di perantauan.
2.
Pengaruh
budaya Yunani yang tersebar ke seluruh lembah Mediterania dan tempat-tempat
lain setelah penjajahan Alexander Agung yang dimulai pada tahun 334 SM
Namun kedua faktor ini memberi dampak yang
tidak persis sama kepada kelompok-kelompok yang ada dalam komunitas orang
Yahudi yang bukan saja terbagi berdasarkan suku, tetapi juga berdasarkan unsur
agama, politik, sosial dan ekonomi, yang membuat mereka tidak selalu sependapat
dalam setiap hal.
Di dalam masyarakat yang majemuk ini, orang
Yahudi tetap terkenal dengan monoteismenya. Agama adalah pusat kehidupan
mereka. Badi orang Yahudi, khususnya pria yang sudah dewasa, tetap datang
beribadah di Bait Allah setahun tiga kali dimana Kitab Suci orang Yahudi
diajarkan secara rutin di dalam sinagoge. Jadi penafsiran Kitab Suci, yang
sudah dilakukan sebelum dan selama masa penawanan di Babel, dilakukan dengan
giat setelah masa itu. Untuk lebih mengenal penafsiran orang Yahudi, kini, perhatian akan
dialihkan kepada seorang tokoh yang hidup pada abad ke 5 SM yaitu Ezra.
1. Ezra
Ezra adalah seorang ahli Taurat atau
Ahli Kitab yang muai berkarya sekitar tahun 440 SM. Dia boleh dipandang sebagai
pelopor penafsiran pada zaman itu. Walaupun dalam arti sempit, dia hanya
seorang terpelajar yang giat mengajarkan hukum Musa. Kitab Nehemia 8:7-9
mencatat, Ezra dibantu sekelompok rekan, di dalamnya terdapat orang Lewi,
mengajarkan Taurat kepada rakyat. Menurut tradisi rabi, Kitab Nehemia 8:8
menggambarkan dimulainya terjemahan Targum kedalam bahasa Aram sekitar tahun
445 SM. Usaha pertama yang dilakukan oleh Ezra
dan kelompok para imam adalah menghilangkan gap bahasa yaitu dengan menterjemahkan
Kitab-kitab Taurat itu ke dalam bahasa Aram, karena orang-orang Yahudi di
pembuangan tidak lagi bisa mengerti Alkitab yang ditulis dalam bahasa Ibrani.
Usaha terjemahan ini dibarengi dengan suatu exposisi karena mereka juga harus
menjelaskan isi kitab-kitab yang sudah mereka terjemahkan itu, khususnya
tentang pelaksanaan hukum-hukum Taurat. Karena sumbangannya yang besar itulah
Ezra disebut sebagai Bapak Hermeneutik Pertama. (Ne 8:1-8 Ezr 8:15-20.Di
tengah-tengah berbagai gejolak , orang Yahudi harus berhadapan dengan
penindasan dari luar dan kebobrokan moral dari dalam. Mereka sangat membutuhkan
hiburan dan kekuatan Kitab Suci. Bersama dengan berkembangnya penafsiran Kitab
Suci orang Yahudi, Sejak masa Ezra makin banyak kaum terpelajar mengkhususkan
diri untuk mengajarkan Taurat kepada rakyat.
Lambat laun mereka menjadi kelompok yang dinamakan ahli Taurat, atau rabi,
sebuah sebutan yang lebih terhormat. Pengaruh mereka dalam dunia penafsiran
Kitab Suci orang Yahudi pun menjadi
semakn besar.
2. Karya
Penting Orang Yahudi pada Masa Yunani-Romawi
Bangsa Yahudi dikuasai orang Romawi pada
tahun 63 SM dan mulai tahun 323 SM, orang Yahudi berada di bawah kekuasaan
Ptolemy I, Jendral yang diutus Aleksandria. Gelombang kehidupan ini mendorong
orang Yahudi makin dekat kepada Kitab Suci mereka. Faktor ini, ditambah faktor
lain seperti interaksi yang lebih intensif dengan bangsa lain, akhirnya
menumbuhkan berbagai penafsiran yang dapat disaksikan dalam karya sastra zaman
itu. Beberapa karya sastra tersebut ialah:
a)
Terjemahan
Septuaginta (LXX) yaitu terjemahan Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa
Yunani, yang dibuat sekitar pertengahan abad ke-3 SM.
b)
Karya
Philo Judeus ( kira-kira tahun 20 SM-tahun 50), seorang filsuf Yahudi yang
tinggal di Aleksandria, yang memahami Yudaism dan budaya Yunani serta berupaya membuat
Yudaism terpandang di mata orang Yunani, dengan memakai filsafat dan penafsiran
Yunani untuk menggali kekayaan Kitab Suci orang Yahudi.
c)
Kitab
Gulungan Laut Mati adalah kitab gulungan yang ditemukan di gua-gua Qumran, yang
berlokasi di sebelah barat laut Laut Mati, pada tahun 1947, yang mencakup
salinan Kitab Suci orang Yahudi, tafsiran dan tulisan lain yang disalin oleh
komunitas agama orang Yahudi yang hidup menyendiri.
d)
Targum
menunjuk terjemahan Kitab Suci orang Yahudi
bahasa Aram, khususnya Pentateuch.
e)
Midrash
adalah tafsiran Kitab Suci orang Yahudi yang dibuat berbagai sekolah rabi
Palestina pada zaman kuno.
f)
Kitab
Apokrifa dan Pseudepigrafa
adalah dua kelompok yang berasal atas Kitab Suci orang Yahudi yang dihormati
para penulisnya.
3. Penafsiran
Orang Yahudi pada Masa Yunani-Romawi
Ada lima pendekatan yang populer pada masa
Yunani-Romawi, yaitu
1)
Penafsiran Harfiah yaitu Kitab Suci dipahami dengan makna
jelas, sederhana dan natural.
2)
Penafsiran Midrasah yaitu merupakan inti penafsiran yang
dilakukan rabi, yang pada dasarnya berupaya menembus ke lapisan yang lebih
dalam dari Alkitab untuk menyelidikinya dari berbagai sudut dan menemukan makna
yang tidak segera terbaca.
3)
Penafsiran Pesher yaitu penafsiran dalam kitab gulungan
komunitas Qumran, dengan motif eskatologis yang melihat mereka sebagai
komunitas yang dipilih Allah yang hidup pada zaman susah mesianik sebelum
tibanya akhir zaman.
4)
Penafsiran Alegoris yaitu yang menggabungkan cerita dan
penjelasan ( atau aplikasi) menjadi
satu, dengan penafsir alegori yang paling terkenal adalah Philo, yang menafsir
dengan pendekatan alegori ini. Beberapa prinsip tafsir yang mengharusan
perluanya tafsir alegoris bagi Philo adalah:
-
Jika arti harfiah menyatakan sesuatu yang tidak hormat kepada Allah
-
Jika suatu pernyataan tersebut bertentangan dengan pernyataan lain dalam
Alkitab
-
Jika suatu teks menyatakan dirinya secara alegori
-
Jika suatu ucapan diulang-ulang atau kata-kata digunakan secara berlebihan
-
Jika terjadi pengulangan sesuatu yang sudah diketahui
-
Jika suatu ungkapan berubah-ubah
-
Jika suatu sinonim dipakai
-
Jika terdapat kemungkinan permainan kata
-
Jika ada ketidak biasaan dalam angka atau masa dalam tata bahasa
-
Jika terdapat simbol
5)
Penafsiran Tipologis yaitu yang menunjukkan suatu korespondensi
antara orang atau peristiwa yang ada pada masa lalu dengan yang ada pada masa
kini.
B. Pola
Penafsiran Tuhan Yesus dan Orang Kristen Abad Pertama
Sebagian pendirian dan penafsiran Tuhan Yesus
dapat dikenal melalui caraNya menafsir PL, diantaranya:
1)
Tuhan
Yesus percaya apa yang dicatat PL merupakan fakta sejarah.
2)
Tuhan
Yesus banyak memakai penafsiran pesher, dan juga penafsiran harfiah dan
midrash.(Luk 4:16-21;Mrk 12:29-30;Yoh 7:23)
3)
Tuhan
Yesus menolak praktik pada zaman itu yang sering mengganti firman Allah dengan
tradisi. (Mrk 7:6-13;Mat 15:1-9)
Menurut Charles Harold Dodd (1884-1973), cara
penulis PB mengutip PL menunjukkan bahwa mereka memakai metode-metode tertentu,
dengan memperhatikan konteks kutipan-kutipan PL, dan mengambil konteks tersebut
sebagai dasar argument mereka, dan menaruh perhatian pada seluruh perjalanan
sejarah agama orang Israel.
Bagi Frederick Fyvie Bruce (1910-1990),
seorang ahli PB yang berbobot dan konservatif, seorang dapat menemukan berbagai
macam penafsiran dalam PB, diantaranya , penafsiran perumpamaan.
Sedangkan Richard Longenecker menarik
kesimpulan bahwa penulis PB menafsir PL dari aspek kristussentris. Penafsiran
mereka sesuai dengan tradisi Kristen,juga menunjukkan interaksi dengan
praanggapan dan metode penafsiran orang Yahudi. Dengan demikian orang Kristen
abad pertama mengembangkan penafsiran PL secara unik. Dalam PB ditemukan
penafsiran harfiah, midrash, pesher, alegoris dan tipologis. Salah satu
keunikan orang Kristen adalah mereka percaya Yesus adalah Kristus yang memenuhi
nubuat dalam PL.
Tuhan Yesus dan para penulis PB memang
mengambil sikap baru dalam penafsiran mereka. Diri Tuhan Yesus dan cara-Nya
menafsir PL diterima orang Kristen sebagai sumber otoritas dan patokan untuk
memahami Alkitab dan para penulis PB percaya bahwa Kristus, melalui pimpinan Roh Kudus,
terus membimbing mereka dalam upaya menafsir PL.Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya
memulai penafsiran yang menekankan bahwa nubuat PL telah dipenuhi. Dalam
penginjilan, orang Kristen juga menunjukkan kemajuan dalam hal mengutip bahan
dari agama lain atau sumber yang tidak jelas (Kis 17;28; I Kor 15:33; Tit 1:12;
2 Ptr 2:22; Yud 1:14). Tetapi Tuhan menghendaki pengikut-pengikut-Nya
menghindari kesalahan yang dibuat ahli Taurat, di antaranya, penafsiran yang
kaku dan sikap yang menghormati tradisi manusia. PL dibaca dengan penerangan
baru, dan dipahami sesuai dengan sesungguhnya (Mat 15;1-9; 11;10; 12:1-8).
Penafsiran orang Kristen abad pertama,juga menunjukkan hubungan yang tak
terputus antara PL dan PB. Hubungan ini menandakan dimulainya lembaran baru
dalam sejarah manusia dan penafsiran Alkitab, yang tidak mungkin dan tidak
boleh diabaikan oleh penafsir hari ini.
C. Penafsiran
Alegoris Pada Masa Awal Kekristenan.
Walaupun orang Kristen masa awal mewarisi
fondasi yang kukuh dari para rasul dan penulis PB, tetapi situasi zaman itu
tidak mengizinkan mereka mengadakan penyelidikan lebih lanjut. Penafsiran
alegoris Kristen masa awal dapat ditelusuri kembali kepada penafsiran alegoris
orang Yunani dan orang Yahudi.Bahkan karena beberapa sebab yang mendorong
gereja zaman itu menerapkan penafsiran alegoris, salah satunya, gereja ingin
melawan ajaran bidah yang mulai muncul, diantaranya Marcionisme. Marcionisme
(100-165) adalah seorang pengajar bidah dari Asia Kecil yang menolak PL,
menerima sebagian kitab PB, dan tidak percaya bahwa Yesus adalah Firman menjadi
manusia. Demi melawan ajaran bidah dan berupaya menerima PL sebagai Kitab Suci
Kristen, bapa-bapa gereja banyak memakai penafsiran alegoris, diantaranya:
1.
Clemens
dari Roma
(meninggal pada tahun 215)
Penafsiran Clemens bersikap cukup hati-hati,
melihat PL sebagai persiapan untuk Kristus, dan sangat bijaksana dalam mengutip
ayat-ayat yang berasal dari khotbah Tuhan Yesus di atas bukit dan Surat I
Korintus. Tapi meskipun ia dicela, dikritik namun pada dasarnya ia tidak
mengikuti metode penafsiran yang aneh-aneh.
2.
Flavius
Yustinus
(100-165)
Flavius yang dikenal juga Martir Yustinus
banyak mengutip Alkitab terutama ayat-ayat yang menubuatkan Kristus, ia adalah
seorang pembela kekristenan yang gigih, walaupun ia juga gemar memakai
pengetahuannya di bidang filsafat Yunani untuk menjelaskan Alkitab, dan
penafsirannya kadang-kadang agak berkhayal.
3.
Clemens
dari Aleksandria (Titus
Flavius Clemens, 150-215)
Clemens dari Alksandria adalah kepala sekolah
Aleksandria. Sebagai orang yang sangat dipengaruhi oleh Philo dan filsafat
Yunani, Clemens mungkin adalah orang pertama yang menggunakan penafsiran
alegoris atas PL dan PB dengan makna alegoris yang memeimpin kepada pengetahuan
sejati. Ia berpendapat , seluruh isi Alkitab harus dipahami secara alegoris.
Menurutnya, bagian-bagian dalam Alkitab memiliki 5 macam makna yaitu: makna
historis, makna doktrinal, makna nubuat, makna filsafat dan makna mistis.
4.
Origenes (185-234)
Origenes memakai penafsiran alegoris untuk
memberi apologetika yang membuktikan PB bersumber dari PL, dan mengusahakan
agar Alkitab dapat diterima oleh mereka yang berpikiran filsafat. Origenes
layak di sebut bapa analisis biblical. Dalam sejarah gereja, tokoh terkenal ini
adalah orang pertama merumuskan teori hermeneutik, dan penafsir pertama menulis
secara sistematis tafsiran yang mencakup PL dan PB.Namun metode yang dipakainya
adalah penafsiran alegoris yang agak ekstrem.
Karena dipengaruhi ajaran Plato, dan menarik
kesimpulan berdasarkan Surat I Tesalonika 5:23 yang memberi kesan bahwa manusia
terdiri atas badan, jiwa dan roh, Origenes berpendapat bahwa Alkitab terdiri
atas 3 lapis makna yakni makna jasmani, makna jiwa dan makna rohani. Dari
ketiga makna ini origenes menanggap makna rohani paling penting dan meremehkan
makna harfiah serta jarang memperhatikan pengajaran moral.
D.
Penafsiran
Harfiah Pada Abad-Abad Pertama
Kurang tepat jika
seorang mengira bahwa dunia penafsiran Alkitab pada Abad-Abad pertama hanya di
kuasai penafsiran Alegoris,ada beberapa tokoh yang tidak mengambil pendekatan
Alegoris.di antara mereka terdapat Ignatius dari Antiokhia (tahun 35-107), dia
adalah seorang yang berpikiran kristussentris, yang tidak mengikuti penafsiran
alegoris. Pada umumnya Ignatius menghindari penafsiran alegoris dan penafsiran
yang dipaksa-paksakan.Tokoh lain yang di singgung adalah Irenaeus (130-202),murid Polycarpus (70-155).karena ia
sangat menguasai bahasa Yunani, ia sanggup menafsir PB dengan baik dan ia adalah
orang pertama yang mengatakan dengan jelas bahwa Alkitab orang kristen terdiri
atas PL dan PB.
Setelah sekolah Aleksandria
hadir agak lama, berdirilah sekolah Antiokhia di Siria yang menerima pengaruh
orang Yahudi, namun berhasil menghindari kelemahan mereka.Pendiri sekolah ini,
Lucianus (250-312),dinilai berhati-hati dalam penafsiran.Penyelidikannya begitu
teliti, sehingga kemudian hari salinan Alkitab yang di periksanya dikenal
dengan sebutan Lucinean. Menurut Hieronimus (Jerome,347-420),
salinan ini disambut gereja-gereja yang tersebar dari Konstatinopel sampai Antiokhia,aliran
ini mempengaruhi Hieronimus dan mengurangi dampak aliran alegoris dari Aleksandria.Mereka
memberi sumbangsih kepada Hermeneutik abad pertengahan, bahkan boleh di katakan
memberi pengaruh kepada penafsiran pada reformator.
Dalam praktiknya,
penafsir aliran ini pernah jatuh dalam penafsiran alegoris.Namun, pada umumnya
mereka tetap menekankan pentingnya penafsiran yang memperhatikan makna harfiah
dan historis.Para penafsir aliran ini mempertahankan kebenaran peristiwa historis,bagi
mereka, penafsiran alegoris menghilangkan banyak sifat historis dalam PL,
sehingga PL tidak lebih dari pada dunia abstrak yang penuh dengan simbol-simbol
dan lambang-lambang, dengan bijaksana mereka menghindari penafsiran Alkitab
secara Dogmatis, karena menghadapi banyak ajaran bidah, gereja-gereja yang ada
di wilayah barat Kerajaan Romawi zaman itu mengembangkan penafsiran dogmatis.Itu
sebabnya Gereja Roma Katolik lalu percaya bahwa gerejalah yang memberikan
tafsiran yang sah.
Aliran Antiokhia juga
mengembangkan penafsiran tipologis yang lebih masuk akal atas PL untuk
mengganti penafsiran alegoris.Di mata mereka, makna rohani atau teologis tidak
terlepas dari pengertian historis, bahkan hal-hal yang menunjuk kepada Mesias
pun dinyatakan dalam pengertian historis, dengan demikian mereka membangun
kristologi atas landasan yang lebih memuaskan. Mereka juga berpendapat,
hubungan PL dan PB harus di jelaskan dengan penafsiran tipologis, bukan
alegoris.itu sebabnya, mereka percaya bahwa wahyu Allah menjadi makin jelas,
jadi ajaran tentang Kristus dan keselamatan-Nya yang ada dalam PB lebih jelas
daripada yang ada di PL.Kristologi dan Nubuat (lisan dan tipologis) menyatukan
seluruh Alkitab. Walaupun nubuat-nubuat ini hanya dapat di tafsir berdasarkan
wahyu yang lebih jelas dalam Alkitab dengan penafsiran harfiah dan historis.
Ada dua orang tokoh
aliran ini yang patut di sebutkan di sini ialah pertama Theodorus, yang berpendapat
bahwa ilham di berikan kepada penulis Alkitab yang berada dalam keadaan sadar,
dan melalui pikiran mereka. Ini tidak sama dengan tokoh-tokoh aliran Aleksandria,
yang sejalan dengan Planotisme,berpendapat bahwa ilham Alkitabiah di berikan
kepada penulis kitab yang berada dalam keadaan ekstatik,keadaan yang tidak
begitu sadar atau terkontrol, dengan pendekatan seperti ini, Theodorus dan
teman-temannya percaya makna harfiah adalah arti utama, sedangkan makna
alegoris dan tipologis adalah arti kedua.
Johanes yang di juluki
Chrysostomus, si mulut emas, adalah pengkhotbah yang sangat terkenal pada zaman
itu, tidak sama dengan Theodorus, dia percaya bahwa setiap bagian dalam Alkitab
dalam firman Allah yang tidak ada kesalahan. Penafsirannya condong ditulis
dengan panjang lebar.
Pikiran aliran
Antiokhia pernah di perkenalkan Junilius Africanus kepada gereja-gereja yang
ada di wilayah barat kerajaan Romawi zaman itu dengan menerjemahkan karya-karya
aliran ini ke dalam bahasa Latin.tetapi patut di sesali, gereja-gereja ini
lebih banyak di pengaruhi penafsiran alegoris.Lalu, pada abad ke-4 dan ke-5
terjadi perdebatan yang berkaitan dengan Nestorian yang percaya bahwa ada dua
person dan dua sifat bersatu dalam satu tubuh Yesus, hal ini yang menyebabkan
aliran ini mulai hilang pengaruhnya.
E.
Pola
Penafsiran Bapa-bapa Gereja Latin dan Abad Pertengahan
Pada umumnya Bapa-Bapa
gereja Latin mengambil jalan tengah di antara aliran Alexandria dan Antiokhia.
1. Bapa-Bapa Gereja Latin
Tiga Bapa gereja Latin yang akan di
bicarakan di sini adalah:
a. Ambrosius (340-420)
Ambrosius
mendedikasikan seluruh hidupnya bagi gereja. Dia memulai pelayanannya dengan
menjual hartanya untuk membantu orang miskin. Dia juga adalah seorang penentang
gigih aliran Arius. Walaupun mahir dalam administrasi, Ambrosius tidak sehebat
Hieronimus dan Augustinus dalam hal menulis dan teologi.penafsirannya berwarna
Alegoris, yang tidak memperhatikan makna historis. Penafsirannya banyak di pengaruhi
Bapa-Bapa Gereja Yunani, terutama Baslius (330-370),seorang penafsir alegoris.
Ambrosius adalah salah satu Bapa Gereja Latin yang sangat giat menganjurkan
penyembahan orang suci.
b.
Hieronimus
Hieronimus terkenal
dengan terjemahan vulgate, Alkitab terjemahan bahasa Latin, yang di buatnya. Terjemahan
ini sangat di hormati Gereja Roma Katolik. Hieronimus fasih dalam bahasa Yunani
dan Latin, karena sadar dalam Alkitab dalam bahasa Ibrani tidak terdapat kitab
Apokrifa, maka dia tidak begitu hormat kepada kitab-kitab ini.Sebab di
pengaruhi oleh aliran Antiokhia, Hieronimus sangat menekankan pentingnya makna
harfiah dan historis, bahkan dia sendiri juga mengembangkan prinsip-prinsip
penafsiran yang tepat, hanya dalam praktiknya, dia tetap seorang penafsir yang
alegoris. Hieronimus percaya bahwa tidak ada pertentangan antara makna harfiah
dan makna alegoris, sehingga ia menafsir PB dengan cara alegoris. Penafsiran
Hieronimus dikritik kurang konsisten, dan adakalanya tergesa-gesa .Pada umumnya
ia membaca Alkitab dengan dua makna, yaitu makna harfiah dan makana rohani,
atau makna historis dan makna alegoris. Namun dengan demikian adakalanya dia
mengikuti Origenes dan aliran Alexandria yang membaca Alkitab dengan tiga macam
makna: Historis,tropologis (moral), dan pneumatis (mistik). Akhirnya,dia juga
dikritik karena bersikap ragu-ragu kepada sifat wahyu bagian-bagian tertentu
dalam Alkitab.
c. Augustinus (354-430)
Menurut Bernard Ramm,
Augustinus mengembangkan semacam teori simbol yang cukup menarik, teori menjadi
dasar semua teori penafsirannya. Dengan kata lain dia percaya bahwa hermeneutik
adalah salah satu bagian khusus dalam ilmu semantik ( ilmu tentang makna kata
dan kalimat).Bagi Augustinus Allah pertama menyampaikan kehendak-Nya melalui
bahasa lisan, kemudian baru dituliskan menjadi Alkitab.
Augustinus
di puji atas teori penafsirannya yang cukup mantap. Dia menekankan pentingnya
persiapan rohani seorang penafsir, pimpinan Roh Kudus, makna harfia dan
historis, dan mengukur metode penafsir dengan hukum kasih.Ia juga menegaskan
pentingnya konteks,dan perlunya membangun doktrin ayat-ayat yang jelas. Penafsir
harus menemukan apa yang di maksud Alkitab, bukan memasukan maksud dirinya ke
dalam Alkitab.
2. Abad
pertengahan
Masa
ini dikenal sebagai abad gelap karena tidak banyak pembaharuan yang terjadi,
hanya melanjutkan tradisi yang sudah dipegang erat oleh gereja. Semua
penafsiran disinkronkan dengan tradisi gereja. Pengajaran dan hasil
eksposisi Bapak-bapak Gereja menjadi otoritas gereja. Alkitab hanya dipergunakan
sebagai pengesahan akan apa yang dikatakan oleh para Bapak gereja, bahkan
penafsiran para Bapak gereja kadang mempunyai otoritas yang lebih tinggi
daripada Alkitab.Alkitab lama kelamaan dianggap sebagai benda misterius yang
banyak berisi pengajaran-pengajaran yang tahayul. Itu sebabnya cara penafsiran
alegoris menjadi paling dominan.
Pada abad pertengahan ada sebuah ciri yang
sangat menonjol yaitu pemakaian secara luas penafsiran alegori. Keadaan pada
masa itu, skolastisisme membagi arti Alkitab dalam dua bagian besar yaitu makna
rohani dan makna harfiah, selanjutnya makna rohani yang lebih penting, dibagi
menjadi makna alegoris, makna tropologis dan makna analogis.
Ada beberapa tokoh yang cukup unik pada abad
pertengahan, yaitu:
a.
Thomas
Aquinas (1225-1274)
Thomas Aquinas sangat mengenal isi Alkitab,
sehingga ada cerita yang mengatakan bahwa ia sanggup menghafal seluruh isi
Alkitab bahasa Latin, ia adalah seorang penulis yang produktif dan bermutu
salah satu bukunya yaitu Summa Theologica, menghindari diskusi-diskusi yang
tidak berguna. Secara teori, Thomas memang berpendapat, pertimbangan teologis
harus berdasarkan makna harfiah Alkitab, tetapi ia tetap percaya bahwa Alkitab
memiliki 4 macam makna. Dia juga dikritik karena menerima, tanpa ragu-ragu,
penafsiran alegoris bapa-bapa geraja.
b.
Nicholas
dari Lyra
(1279-1340)
Nicholas pada hakekatnya hanya menekankan dua
macam makna, yaitu makna harfiah dan makna mistis. Baginya makna mistis harus
berdasarkan makan harfiah.
3. Aliran
Mistis
Pada abad pertengahan aliran mistis hidup
berdampingan dengan pikiran skolastik. Bagi aliran ini, Alkitab merupakan alat
bagi pengalaman mistis. Kitab yang penting bagi mereka adalah kitab Kidung Agung. Mereka menafsir hubungan kasih dalam
kitab tersebut sebagai hubungan Allah dengan umatnya, dan sukacita yang
dilukiskannya adalah sukacita dalam hubungan ini.Mereka ingin beroleh hubungan
yang erat antara jiwa manusia dan Allah melalui jalan meditasi, pemujaan dan
perasaan. Tokoh-tokoh St. Victor dan Bernardus dari Clairvaux (1090-1153)
termasuk dalam aliran mistis ini. Pandangan-pandangan mistis mereka memberi
sumbangsih yang berarti terhadap penafsiran Alkitab dalam hal pengertian
rohani. Kesungguhan mereka patut diteladani. Namun aliran ini yang ekstrim
sering melalaikan doktrin yang sehat dan kuat, bahkan menimbulkan bidah-bidah.
III. PENUTUP
KESIMPULAN
Penafsiran orang Yahudi tidak terlepas dari
kehidupan mereka dan mereka mengalami perubahan drastis setelah mereka
dikalahkan musuh diantaranya ketika banyak orang Yahudi tertawan ketika
Kerajaan Utara dikalahkan Asyur (721 SM),ketika mereka terpencar lagi waktu
Kerajaan Selatan jatuh ke tangan orang Babel dan Yerusalem dihancurkan (587 SM)
dan ketika mereka merantau ke tanah asing karena terpaksa atau karena ingin
mencari kehidupan yang lebih layak.
Ezra adalah seorang ahli Taurat atau Ahli
Kitab yang muai berkarya sekitar tahun 440 SM. Dia boleh dipandang sebagai
pelopor penafsiran pada zaman itu. Walaupun dalam arti sempit, dia hanya
seorang terpelajar yang giat mengajarkan hukum Musa.
Bangsa Yahudi dikuasai orang Romawi pada
tahun 63 SM dan mulai tahun 323 SM, orang Yahudi berada di bawah kekuasaan
Ptolemy I, Jendral yang diutus Aleksandria. Gelombang kehidupan ini mendorong
orang Yahudi makin dekat kepada Kitab Suci mereka.
Bapa-bapa gereja banyak memakai penafsiran
alegoris, yaitu, Clemens dari Roma Flavius
Yustinu,Clemens
dari Aleksandria ,Origenes.
Pola Penafsiran
Bapa-bapa Gereja Latin Pada umumnya mengambil jalan tengah di antara aliran
Alexandria dan Antiokhia. Tiga
Bapa gereja Latin yaitu, Ambrosius (340-420), Hieronimus, Augustinus
(354-430)
Pada abad pertengahan ada sebuah ciri yang sangat menonjol yaitu
pemakaian secara luas penafsiran alegori. Ada
beberapa tokoh yang cukup unik pada abad pertengahan yaitu, Thomas
Aquinas (1225-1274), Nicholas
dari Lyra (1279-1340), Aliran Mistis.
Comments
Post a Comment