Skip to main content

PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN


II. PEMBAHASAN
A.   Gereja
Dewasa ini gereja lebih dikenal sebagai sebuah bangunan yang dibangun sangat gagah dan dihiasi dengan barang-barang mewah. Dan yang lebih mengenaskan adalah orang-orang yang telah percaya kepada Kristus pun sedikit banyak tidak mengetahui pengertian gereja dan tugas gereja bagi umat-Nya.[1]
Akan tetapi, jika kita mengacu kepada bahasa aslinya (ekklesia), gereja memiliki arti dipanggil keluar. Dipanggil untuk berkumpul menjadi sebuah persekutuan yang mengabarkan kabar bahagia atau Injil. Dalam Matius 28 manusia diajarkan untuk mengajar mereka dan melakukan segala sesuatu, dengan kata lain bahwa gereja Tuhan harus merasuk ke setiap aspek kehidupan, mau atau tidak, suka atau tidak, dengan catatan sesuai dengan perintah Tuhan.[2]
B.   Pernikahan
            H. Norman Wright di dalam bukunya So You’re Getting Married mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah hadiah, sebuah kesempatan untuk belajar tentang cinta, sebuah perjalanan yang harus kita lalui dengan berbagai pilihan dan konsekuensi, dan sebuah panggilan untuk melayani, bersahabat dan menderita.[3]
1.    Pernikahan Secara Kristen
   Pernikahan adalah salah satu sakramen (tanda) dari beberapa sakramen yang diakui oleh Kristen. Pernikahan diberkati di gereja dan oleh seorang pendeta, dan dibangun dari cinta dua insan yang dipersatukan oleh Tuhan. Dengan kata lain, pernikahan adalah sebuah sesuatu yang kudus. Dan apa yang dipersatukan oleh Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh siapa pun.
Sebelum memasuki jenjang pernikahan, kedua calon mempelai seyogyanya harus melewati masa konseling. Konseling yang dilakukan biasanya dipimpin seorang pendeta atau gembala setempat. Pada masa konseling, kedua calon mempelai akan diberikan beberapa pertanyaan, termasuk kesungguhan yang satu dengan yang lainnya, bahkan bisa sampai pada konseling tentang masalah yang sifatnya sangat pribadi, yaitu seks.[4]
Pernikahan Kristen pasti menjadi berkat ketika sepasang suami isteri menerapkan prinsip-prinsip firman Tuhan di dalam kehidupan keluarganya[5], serta menjadikan doa sebagai sesuatu yang esensial dalam memelihara rumah tangga yang berpusatkan pada Kristus.[6] Jika sebuah pernikahan memang dibangun atas dasar cinta dan kasih Tuhan, maka sebesar dan sebanyak apa pun permasalahan yang terjadi pasti dapat diselesaikan dengan baik. Pernikahan Kristen pun tidak hanya bicara tentang janji antara manusia, melainkan janji antara manusia (kedua calon mempelai) dengan Tuhan yang mempersatukan mereka.
Rumusan alkitabiah yang paling mendekati sasaran tentang pernikahan terdapat dalam Kejadian 2:24, yang dikemudian hari dikutip oleh Yesus, tatkala Ia ditanyai tentang dasar-dasar alkitabiah yang dapat dijadikan alasan yang absah untuk perceraian (Matius 19:4-5).[7] Langsung sesudah Allah menciptakan Hawa dan membawanya kepada Adam, lalu Adam mengenalinya sebagai tema pemberian Allah untuk sehidup semati, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”
Berdasarkan ayat ini dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa bagi Allah, pernikahan adalah ketika seorang laki-laki memisahkan diri dari orangtuanya untuk menyatu dengan istrinya dan menjadi sedaging dengan dia
2.    Pernikahan Menurut Undang-Undang di Indonesia
Setiap kejadian yang terjadi (khususnya) di Indonesia tidak lepas dari pengaruh undang-undang yang telah dibuat dan disepakati oleh pemerintah. Undang-undang ini dibuat guna mengatur kehidupan masyarakat Indonesia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Pernikahan dirumuskan dalam pasal 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[8]

C.   Perceraian
Perceraian adalah sebuah keputusan yang menjadikan adanya perpisahan antara suami dengan istrinya, perpisahan fisik. Perceraian adalah sebuah jalan yang pada saat ini sangat mudah untuk ditemui di kehidupan manusia kini, mulai dari orang yang keadaan ekonominya kuat hingga pada level orang yang keadaan ekonominya tidak stabil, bahkan lemah.
1.    Perceraian Secara Kristen
Tentu kata perceraian masih terdengar asing bagi kalangan Kristen, karena banyak dari mereka yang mempercayai bahwa apa yang telah disatukan oleh Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh siapa pun. Jadi dalam kondisi apa pun, perceraian tidak akan pernah terjadi di kekristenan. Pernyataan seperti ini sangat keliru, ini mencerminkan bahwa orang-orang yang memiliki pendapat seperti ini tidak membuka mata kepada apa yang terjadi pada kekristenan, secara khusus di Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kini kekristenan telah terjerembab pada masalah perceraian, baik itu jemaat awam, maupun pemimpin rohani atau gereja. Mengapa bisa orang Kristen terjebak dalam perceraian? Karena orang Kristen memiliki keterbatasan. Ini adalah jawaban yang sering orang dengar. Tapi jika diselidiki lebih dalam lagi, penyebab perceraian adalah salah satu atau bahkan keduanya tidak dapat lagi menerima perbedaan dan kekurangan dari pasangannya, dan pada posisi seperti ini yang patut disalahkan adalah pihak gereja. Karena dengan peristiwa seperti ini, gereja menunjukkan bahwa sebenarnya mereka tidak peduli terhadap pernikahan, atau dapat dibilang itu sebagai “tugas sampingan” dari para pemimpin gereja.
Kitab Ulangan 24:1-4 adalah bagian Alkitab yang menunjuk kepada alasan atau prosedur untuk perceraian.
Butir pertama yang perlu diperjelas ialah sasaran peraturan atau hukum ini. Hukum ini tidak menuntut, tidak melarang, bahkan tidak mengizinkan perceraian.[9] Keprihatinannya yang pertama sekali-kali tidak ada sangkut-pautnya dengan perceraian, bahkan tidak dengan surat cerai. Tujuannya ialah melarang laki-laki untuk mengawini ulang mantan istrinya, karena bila ini terjadi, ini adalah sebuah kekejian di hadapan Allah.
Kedua, meskipun perceraian tidak dianjurkan, namun itu terjadi, dan alasannya bisa karena si suami mendapati sesuatu yang “tidak senonoh” pada istrinya. Bila diteliti arti kata senonoh, artinya bukanlah seperti yang dibayangkan oleh banyak kalangan, bukan tentang seks, karena jika tentang seks, yang pasti diterima oleh sang istri bukanlah surat cerai, melainkan hukuman mati. Jadi yang dimaksud dengan senonoh adalah tindakan yang ceroboh dan malas.[10]
Perceraian itu diperbolehkan atau ditolerir, atau diizinkan, tetapi tidak pernah ditetapkan sebagai bagian dari rencana Allah untuk sebuah pernikahan.[11]
2.    Perceraian Menurut Undang-Undang di Indonesia
Hukum negara mengizinkan adanya perceraian, tapi perceraian dapat dilaksanakan apabila syarat-syarat yang berlaku dilewati. Syarat-syaratnya antara lain:[12]
a.    Jika salah satu dari pasangan itu melakukan zinah, pemabuk, pemadat, penjudi, dan kegiatan yang merugikan lainnya. Adakalanya agar perceraian dapat terkabul, pihak-pihak yang bersengketa yang masing-masing menghendaki terjadinya perceraian itu mengajukan suatu bukti salah satu pihak telah melakukan perzinahan yang sesungguhnya perzinahan itu belum tentu terjadi. Di dalam kitab undang-undang hukum pidana, tindak pidana perzinahan diklasifikasikan sebagai delik aduan.
b.    Salah satu pihak meninggalkan yang lain untuk masa dua tahun tanpa meninggalkan yang lain untuk masa dua tahun tanpa izin dari pihak yang lain. Terdapat beberapa syarat penting untuk dapat digunakan alasan ini, yaitu harus tanpa izin pihak yang lain yang ditinggalkan, tanpa sebab yang sah, dan karena hal lain di luar kemauannya. Jika diperhatikan alasan-alasan ini dihubungkan dengan ketentuan lama yang pernah berlaku, nampaklah bahwa undang-undang perkawinan baru mengambil alasan ini dari ordonansi Kristen Indonesia sebagaimana yang termuat dalam pasal 56 ayat 2.[13]
c.    Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat. Ketentuan ini diambil dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 211. Penentuan lamanya lima tahun dinilai cukup beralasan oleh karena waktu lima tahun dianggap cukup baik bagi kedua pihak untuk menentukan apakah perkawinan mereka akan diteruskan atau diakhiri.
d.    Melakukan kekejaman atau penganiayaan berat.
e.    Perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus.

D.   Katekese Pra-Nikah
Katekese berasal dari istilah Katekhein yang berarti memberitakan, memberitahukan, mengajar, memberi pengajaran.[14]
Melihat fakta yang ada, terlihat sangat miris dan ironis apabila gereja hanya terdiam dan terlihat apatis dengan kejadian perceraian dan pernikahan kembali.
katekese pra nikah bertujuan untuk mempersiapkan dan menolong individu, pasangan-pasangan, bahkan kadang-kadang anggota keluarga yang lain untuk menciptakan suasana pernikahan yang bahagia.  Katekese pra nikah diharapkan untuk dapat mencegah timbulnya kesulitan dalam pernikahan dan kehidupan rumah tangga, disamping tentunya untuk menolong membangun hubungan pernikahan yang sehat dan memuaskan. [15]
Sebenarnya, tindakan gereja dalam hal katekese terhadap anggota jemaat yang akan membentuk keluarga baru bukanlah dimulai ketika jemaat itu akan menikah akan tetapi memiliki beberapa tahap, yaitu[16]:
1.     Melalui penggembalaan bagi keluarga-keluarga kristen.
            Dalam hal ini, gereja dapat melakukan pembinaan hari demi hari, baik itu melalui khotbah-khotbah yang bertemakan kehidupan pernikahan atau keluarga; pembinaan pada saat-saat pembesukan.
2.    Melalui Pembinaan
            Dalam hal ini pelayanan dan pastoral dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan-penjelasan tentang:
a.    Bagaimana mereka menemukan teman hidup
b.    Bagaimana mempersiapkan diri dalam pernikahan
c.    Konsep keluarga Kristen yang benar
3.    Melakukan katekisasi.
Dalam katekisasi ini, muatan pembahasan menekankan beberapa segi, yaitu:
a.    Theologis, menekankan tentang pernikahan menurut kebenaran iman Kristen, misalnya[17].
1)    Pernikahan diciptakan untuk menggambarkan hubungan kristus dengan jemaat :                         
a)    Pernikahan itu kudus                                       
b)    Pernikahan dapat dipahami apabila kita memahami hubungan kristus dengan jemaat
2)    Terang dan gelap tidak bisa bersatu.
3)    Allah Membenci Perceraian-Maleakhi 2-16
a)    Pernikahan adalah sebuah hubungan antara kristus dan jemaat yang tak pernah gagal.
b)    Sekalipun dosa perzinahan dapat merusak hubungan secara “kesedagingan” (karena bersatu dengan orang lain, 1 korintus 6:16) tetapi ia tetap satu roh, dan yesus tidak pernah menganjurkan perceraian (matius 5:32; matius 19:9; markus 10:9,11-12) bahkan Allah memerintahkan kita untuk mengampuni (seperti hosea) dan berani berdamai (1 korintus 7:11).
c)    Apapun alasannya tidak ada yang dapat memisahkan hubungan suami-istri kecuali KEKERASAN HATI (Matius 19:3-8).
d)    Hargailah pernikahan sebagai gambaran hubungan kristus dengan jemaat dengan MEMBENCI PERCERAIAN dan menjadi COVENANT KEEPER (penjaga perjanjian).
e)    BERAKAR DALAM FIRMAN
Sebagai tambahan saat teduh, praktekkan 4M (Menerima, Merenungkan, Melakukan, Membagikan) dengan ayat dan perenungan berikut ini:
AYAT RENUNGAN : Markus 10:1-12
AYAT HAFALAN    : Markus 10:7-9  
10:7 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
10:8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
10:9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
b.    Psikologis, menekankan tentang pengenalan pribadi masing-masing, hal-hal mengenai cara berinteraksi, komunikasi, dll.
c.    Medis, penekanan akan pengenalan dari sudut medis tentang pernikahan; hubungan seksual, alat kontrasepsi yang baik, pemeliharaan kesehatan.   


III. PENUTUP
A. Kesimpulan
            Pernikahan dianggap sebagai sebuah ritual yang sangat sakral bagi manusia, dimana sepasang manusia (pria dan wanita) dipersatukan untuk satu kali seumur hidup. Dalam iman Kristen kita di ajarkan untuk tidak mengenal akan perceraian, sebab Tuhan membenci perceraian. Tugas gereja adalah mencari solusi dalam masalah ini dimana diadakan katekese Pra nikah yang didalamnya mengajarkan tentang arti pernikahan dan dampak dari Perceraian. Dalam katekese pra nikah ada beberapa bentuk pengajaran yaitu: Melalui penggembalaan bagi keluarga-keluarga kristen, Melalui Pembinaan, Melakukan katekisasi yang dalam muatan pembahasan terdapat beberapa segi yaitu,  Theologis, Psikologis dan Medis.

B. Saran
Untuk lebih jelas tentang pembahasan Katekese Pra nikah maka perlulah untuk diteliti lebih mendalam tema-tema seperti:
1.    Katekisasi dalam muatan Psikologis dan Medis
2.    Istilah penggembalaan Katekese Pra nikah



DAFTAR PUSTAKA
Abineno, Sejarah Katekese Gerejawi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012

Dobson, James C.  Menumbuhkan Pernikahan yang Sehat. Jakarta: Departemen Penerbitan I.H.O., 2010.

End, Van Den. Harta Dalam Bejana. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

Gleiser, Norman L.  Etika Kristen: Pilihan dan Isu. Malang: Literatur SAAT, 2011.

Gary R. Collins, Konseling Kristen Yang Efektif. Malang: SAAT, 2010

H. Norman Wright, So You’re Getting Married, Yogyakarta: Gloria, 2010.

Hazairin. Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan. Bandung: Alumni, 2010.

Indra Ichwei, Teologi Sistematika, Bandung:Lembaga Literatur Baptis 2010.

Lahaye, Tim. Kebahagiaan Pernikahan Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

Miles, Herbert J. Sebelum Menikah Pahami Dulu Seks. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
Rasjidi, Lili. Alasan Perceraian menurut UU NO. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bandung: Alumni, 2010.

Stott, John. Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2011.



[1] Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 16.
[2] Indra Ichwei, Teologi Sistematika,(Bandung:Lembaga Literatur Baptis,2010), h 219
[3] H. Norman Wright, So You’re Getting Married (Yogyakarta: Gloria, 2010) 9-10
[4] Herbert J. Miles, terj. Suciati, Sebelum Menikah Pahami Dulu Seks, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 19.
[5] Tim Lahaye, terj. Jenny Natanael, Kebahagiaan Pernikahan Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 112.
[6] James C. Dobson, terj. Sumarso Santoso, ed. Fangiyati Susanto, Menumbuhkan Pernikahan yang Sehat, (Jakarta: Departemen Penerbitan I.H.O., 2010), h. 4.
7 John Stott, terj. G.M.A. Nainggolan, Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2011), h. 373.
[8] Lili Rasjidi, Alasan Perceraian menurut UU NO. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Bandung: Alumni, 2010), h. 1.
[9] Norman L. Gleiser, terj. Rahmiati Tanudjaja, Etika Kristen: Pilihan dan Isu, (Malang: Literatur SAAT, 2011), h. 360.
[10] Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, h. 376.
[11] Theodore H., terj. Nehemiah Mimery, Pernikahan Perceraian dan Pernikahan Kembali, (Jakarta: Mimery Press), h. 59.
[12] Alasan Perceraian menurut UU NO. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, h. 11-21.
[13] Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan, (Bandung: Alumni, 1986), h. 12.
[14]  Abineno, Sejarah Katekese Gerejawi (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2012) h. 5
[15] Gary R. Collins, Konseling Kristen Yang Efektif (Malang: SAAT, 2010) h. 104.
[16] Nathanael Channing, Teologi Pastoral I  (Malang: SAAT, 2012) h 75

Comments

Popular posts from this blog

IPTEK DALAM ALKITAB

I.                    PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Metode ilmiah sering digunakan dalam pembahasan tentang pendidikan. Riset dan metode ilmiah merupakan metode pemecahan masalah yang mengacu pada berpikir reflektif yaitu berpikir menemukan masalah serta memecahkannya melalui kegiatan yang bertahap. Ilmu pendidikan adalah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. [1] Proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan hasil dari penemuan dan penelitian yang dilakukan manusia sebelumnya. Sebenarnya perkembangan tersebut diawali dengan rasa keingintahuan manusia yang sangat besar bahkan Paul Leady mengatakan bahwa ” Man is curious animals ”. [2] Keingintahuan tersebut yang mendorong manusia untuk berupaya menjawab kenyataan-kenyataan alamiah yang ada di dunia ini lewat berbagai cara, dan hal ini mendorong perkembangan ilmu dan pengetahuan. Selaras dengan asal katanya Sains berasal dari bahasa Latin “scieantia” dan terbentuk ka

GEREJA METHODIST INDONESIA

I.PENDAHULUAN A. Latar belakang Methodisme datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1905 setelah para misionaris Amerika mulai bekerja di Malaysia dan Singapura . Gereja Methodis di Indonesia saat itu adalah satu-satunya gereja yang tidak dimulai oleh para misionaris Belanda ataupun Jerman . Di Indonesia, para misionaris Amerika mulai bekerja di Jawa , Kalimantan , dan Sumatera . Pada tahun 1913 , setelah datangnya Bishop J. Robinson , konferensi yang pertama pun diselenggarakan di Sumatera Utara. Pada saat itu, Gereja Methodist dikenal sebagai gereja yang unik karena ini adalah satu-satunya gereja Protestan yang anggota-anggotanya terdiri atas suku Batak dan suku Tionghoa Indonesia, sementara gereja-gereja Protestan lainnya saat itu pada umumnya tersegregasi. Gereja Methodist Indonesia (GMI) adalah satu-satunya gereja di Indonesia yang hadir bukan sebagai hasil pekabaran Injil misi Belanda dan Jerman. Methodist adalah hasil pelayanan misionaris dari Amerika yang b

Makalah Proposisi Hipotesis

Tugas Kelompok Logika Dosen Pengampuh: Lydia Tumampas oleh, Budi Makaado Mormin Malatunduh Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Manado II. PEMBAHASAN A.     Proposisi Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni [1] : Subyek , perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang , benda , tempat, atau perkara. Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek. Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat . Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana . Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana . [2] Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. [3] Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat di percaya , disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat