Skip to main content

BIMBINGAN KONSELING


II.                PEMBAHASAN
A.    Pembangunan dan perkembangan Masyarakat
Akibat zaman penjajahan yang begitu panjang membuat bangsa kita mengejar akan ketertinggalan yang amat parah. Mengingat hal demikian menjadikan bangsa dan pemerintah Indonesia bertekad untuk menyelenggarakan perjuangan pembangunan menuju bangsa yang cerdas, maju, adil dan makmur, baik spiritual maupun materiil. Tekad itu terwujud dalam upaya pengembangan perikehidupan bangsa dan pembangunan nasional disegala bidang yang berkesinambungan dan terus meningkat.
Dalam era tinggal landas seluruh potensi bangsa dan segenap unsur kemasyarakatan diharapakan telah matang secara optimal dikerahkan untuk mencapai kehidupan berbangsa yang cerdas, maju, adil dan makmur, baik spiritual maupun materiil tersebut.
Jika dibandingkan dengan proses pembangunan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa yang sekarang dianggap sebagai bangsa maju (seperti Amerika dan bangsa eropa barat). Yang melakukan upaya pembangunan sejak abad 18-19. Pada waktu itu penduduk mereka masih kecil, bangsa-bangsa tersebut mengerahkan hasil-hasil dari tanah jajahan untuk membangun tanah air mereka sendiri dan persaingan antar bangsa belum kuat dan sekompleks sekarang.
Masyarakat dunia sedang mamasuki zaman informasi. Bangsa-bangsa yang belum maju ada dorongan untuk mengejar ketertinggalannya sehingga dalam waktu singkat dapat ikut serta memasuki zaman informasi pada awal abad-21. Zaman informasi telah melanda seluruh dunia sehingga masyarakat dunia seakan-akan “menjadi satu” dan terciptalah era globalisai.
Globalisasi berasal dari kata global yang berarti menyeluruh. Kata global dapat pula dikaitkan dengan globe yang berarti bulatan bumi secara menyeluruh. Dengan demikian globalisasi berarti keadaan yang menyangkut segenap bagian dunia secara menyeluruh.[1] Globalisasi merupakan perkembangan kontemporer yang mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung.[2]
Dalam suasana globalisasi seluruh bagian dunia terkait pada bagian dunia yang lain. Apa yang terjadi di salah satu bagian dunia dapat diketahui dengan nyata atau bahkan mempengaruhi bagian dunia lainnya.  Apabila di zaman lampau untuk berbicara dengan seseorang yang berlainan tempat diperlukan waktu yang cukup lama untuk menemuinya, maka sekarang orang tinggal memutar tombol dan dalam beberapa detik saja sudah dapat berhubungan dengan orang yang dituju. Dengan demikian, dunia seolah-olah semakin kecil; tempat-tempat yang tadinya dirasakan sangat jauh menjadi amat dekat.
Teknologi yang semakin canggih memungkinkan dicapainya tempat-tempat yang tadinya jauh dan mustahil untuk ditempuh dalam waktu yang sangat singkat; demikian pula teknologi yang demikian itu memungkinkan dikirimkannya berita-berita dengan amat cepat, jelas dan lengkap.  Dampak yang ditimbulkannya pun dapat sangat meluas, tanpa pandang bulu. Itulah era informasi.
Tampaknya tidak mungkin menghentikan gelombang perubahan yang diakibatkan oleh semangat globalisasi dan derasnya arus informasi yang melanda dunia itu dan bahkan tidak ada alasan untuk mencegahnya. Era Globalisasi sudah berada dihadapan kita. Salah satu dampak modernisasi dalam era globalisai adalah peningkatan kebutuhan dan keinginan masyarakat (intensitasnya). Warga masyarakat temotivasi untuk mengejar berbagai hal yang ditawarkan dan menjanjikan sesuatu yang lebih baik. Mereka ingin menempuh perjalanan lebih jauh; ingin mengetahui, mempelajari, dan mencoba lebih banyak dan lebih mendalam; ingin memiliki lebih banyak, ingin merasakan yang lebih enak, ingin meraih pangkat yang lebih tinggi,dsbg.
Keinginan seperti itu adalah sesuatu yang wajar dan baik asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral dan sosial yang diterima oleh masyarakat, serta sesuai dengan kemampuan individu atau kelompok yang bersangkutan (kemapuan fisik, mental, keuangan) dan peraturan yang berlaku. Untuk itu, amat diharapkan warga masyarakat dapat mempertahankan diri dalam menghadapi gelombang perubahan itu dan bahkan dapat lebih maju memperkembangkan kehidupan yang menyenangkan dan membahagiakan , Raka Joni (1989).
Dari kesemuanya itu, tuntutan-tuntutan, tantangan, perubahan yang dibawakan oleh era globalisasi itu hendaknya tidak menggoyahkan optimalisasi pengembangan warga masyarakat. Era globalisasi hendaknya justru menjadi pemacu bagi pengembangan manusia seutuhnya. Namun, diakui sepenuhnya bahwa semua yang diharapkan itu tidak akan terwujud dengan sendirinya, kecuali melalui kerja keras semua pihak, khususnya warga masyarakat yang secara langsung terkena oleh arus perubahan itu. Mereka harus belajar dan menyiapkan diri sendiri untuk menghadapi era baru itu dengan sikap dan kemampuan yang tepat dan memadai, yaitu kemampuan mengantisipasi, mengakomodasi, mereorientasi, dan menangani masalah (Makagiansar, 1990).[3]

B.     Manusia : Makhluk Paling Indah dan Berderajat Paling Tinggi
            Manusia menurut kesaksian Alkitab adalah ciptaan Allah yang segambar dan serupa dengan-Nya. Sebagai ciptaan Allah ia tidak sama dengan Allah. Allah adalah pencipta. Ia adalah makhluk.[4] Seperti dalam Kej. 1:26, Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi”. Manusia adalah makhluk luar biasa, di bawah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kekuatan dan keterbatasannya, manusia dapat berbuat apa saja atas lingkungannya, baik lingkungan sekitar maupun lingkungan yang lebih luas sampai menjangkau perut bumi dan ruang angkasa.[5] Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah dan paling tinggi derajatnya. Hakikat keindahan artinya rasa senang dan bahagia. Dengan demikian , predikat paling indah untuk manusia dapat diartikan bahwa tiada sesuatu pun ciptaan Tuhan yang menyamai keberadaan manusia yang mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan dimana pun dan pada saat apapun, baik bagi dirinya sendiri, Maupun bagi makhluk lain.
            Keindahan manusia berpangkal pada diri manusia itu sendiri. Diri manusia memang indah, baik fisiknya, maupun dasar-dasar mental dan kemampuannya. Lihatlah keadaan fisik manusia : “ seburuk-buruknya” keadaan fisik seseorang masih jauh lebih baik, atau lebih indah daripada seekor binatang yang paling cantik sekalipun. “Indah” dimaksudkan bukan semata-mata dari segi bentuk atau wujud penampilannya, tetapi lebih dari segi maknanya. Segenap pancaindra, mulut, tangan, kaki, otak, dan bahkan rambut, kulit, kuku, gigi dan lain sebagainya yang melekat pada manusia mempunyai makna yang jauh melebihi apa yang dimiliki oleh binatang.
            Gambaran selintas tersebut baru menyusuri aspek fisik manusia, belum lagi tentang fungsi mental dengan berbagai kemampuannya, seperti berpikir, mencipta, bertenggang rasa, berintrospeksi, berkeyakinan, dan lain sebagainya.
            Predikat “Paling Tinggi” mengisyaratkan bahwa tidak ada makhluk lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia. Manusialah yang justru diberi kemungkinan untuk mengatasi ataupun menguasai makhluk-makhluk lain sesuai hakikat Penciptaan manusia itu.
            Hakikat manusia sebagai makhluk paling indah dan paling tinggi derajatnya mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tanpa henti dari zaman ke zaman. Menurut sejarah, kemajuan dan perkembangan manusia itu ternyata tidak selalu mulus dan setiap saat membawa kesenangan dan kebahagiaan. Perang dan persengketaan antar kelompok manusia bahkan sering terjadi yang membawa malapetaka dan kesengsaraan bagi kelompok-kelompok manusia yang bersangkutan. Proses yang melampaui batas itu bukanlah kesenangan dan kebahagiaan seperti yang diidamkannya, melainkan malapetaka dan kesengsaraan, bukan hanya bagi kelompok yang menjadi korban, tetapi sering kali juga bagi kelompok yang memulai upaya itu.
            Keberadaan manusia dengan predikat paling indah dan derajat paling tinggi tidak selamanya membawa manusia menjalani kehidupannya dengan kesenangan dan kebahagiaan. Malapetaka dan kesengsaraan membututi perjalanan hidup manusia dan boleh jadi tidak terelakkan apabila manusia itu tidak awas dan waspada mengelola perjalanan hidupnya. Karena manusia sudah dikaruniai kemampuan dengan derajat paling tinggi , maka kesenangan kebahagiaan atau malapetaka-kesengsaraan berada ditangan manusia itu sendiri. Manusia itulah yang menentukan nasibnya sendiri. Manusia pula yang dapat menuntun dirinya sendiri agar berperikehidupan yang menyenangkan dan membahagiakan.[6]
C.     Dimensi-dimensi Kemanusiaan
            Seseorang (individu manusia) yang sejak kelahirannya (dan dari penciptaannya) dibekali dengan hakikat manusia itu, untuk pengembangan diri dan kehidupan selanjutnya, ia dilengkapi dengan dimensi-dimensi kemanusiaan.[7] Dimensi-dimensi itu adalah:
            Pertama, dimensi keindividualan yang memungkinkan seseorang memperkembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pada aspek-aspek kehidupan yang positif. Bakat, minat, kemampuan, dan berbagai kemungkinan yang berbuat didalam aspek-aspek mental fisik dan biologis berkembang dalam rangka dimensi keindividualan itu. Artinya perkembangan dimensi ini membawa seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kpribadiannya sendiri yang teguh, positif, produktif, dan dinamis.
            Kedua, dimensi kesosialan yang diimbangi dengan perkembangan dimensi keindividualan. Perkembangan dimensi kesosialan ini memungkinkan seseorang mampu berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan hidup bersama orang lain. Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya ada unsur saling memberi dan menerima. [8]
            Ketiga, Perkembangan dimensi kesusilaan yang memberikan warna moral terhadap perkembangan dimensi pertama dan kedua. Norma, etika dan berbagai ketentuan yang berlaku bagaimana kebersamaan antar individu seharusnya dilaksanakan. Dimensi kesusilaan justru mampu menjadi pemersatu sehingga dimensi keindividualan dan kesosialan dapat bertemu dalam satu kesatuan yang penuh makna.
            Keempat, Dimensi keagamaan. Dalam dimensi ini terkandung pemahaman bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk mempercayai adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mematuhi segenap aturan dan perintah-Nya. Keimanan dan ketaqwaan ini dibahas dalam agama yang dianut oleh individu.[9]
Keempat dimensi kemanusiaan tersebut merupakan satu kesatuan, saling terkait dan berpengaruh. Keempatnya pada dasarnya menyatu, berdinamika dan bersinergi sejak awal kejadian individu, dalam perkembangan dirinya dari waktu ke waktu, sampai akhir kehidupannya. Keempatnya menuju kepada perkembangan individu menjadi manusia seutuhnya.
D.    Manusia Seutuhnya
            Menjadi manusia utuh, disadari atau tidak, menjadi cita-cita kita sebagai manusia.[10] Manusia seutuhnya mengacu kepada kualitas manusia sebagai makhluk yang paling indah dan paling tinggi derajatnya, serta kepada perkembangan yang optimal. Dalam dimensi keagamaan, disebutkan bahwa manusia seutuhnya adalah manusia yang telah berhasil memperkembangkan pada dirinya keempat dimensi kemanusiaan sehingga ia benar-benar mencapai kualitas keindahan dan derajat yang setinggi-tingginya dalam kehidupan didunia dan diakhirat kelak.
            Manusia seutuhnya itu adalah mereka yang mampu menciptakan dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya berkat pengembangan optimal segenap potensi yang ada pada dirinya (dimensi keindivdualan), seiring dengan pengembangan suasana kebersamaan dengan lingkungan sosialnya (dimensi kesosialan), sesuai dengan aturan dan keutuhan yang berlaku (dimensi kesusilaan), dan segala sesuatunya itu dikaitkan dengan pertanggungjawaban atas segenap aspek kehidupannya didunia terhadap kehidupan diakhirat kelak kemudian hari (dimensi keagamaan).
            Para pemikir Barat, seperti Frankl dan Jung  telah juga mengajukan berbagai rumusan sejalan dengan konsep manusia seutuhnya. Mereka memakai istilah (berfungsinya unsur-unsur kemanusiaan secara ideal) sebagai perwujudan manusia seutuhnya. Ciri-ciri manusia yang dapat berfungsi secara ideal adalah :
Menurut Frankl :
1.      Mencapai penghayatan yang penuh tentang makna hidup dan kehidupan;
2.      Bebas memilih dan bertindak;
3.      Bertanggungjawab secara pribadi terhadap segala tindakan;
4.      Melibatkan diri dalam kehidupan bersama orang lain.

Menurut Jung :
1.      Memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri,
2.      Menerima diri sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahannya
3.      Menerima dan bersikap toleran terhadap hakikat dan keberadaan kemanusiaan secara umum
4.      Menerima hal-hal yang masih belum dapat diketahui atau misterius, serta bersedia mempertimbangkan hal-hal yang bersifat tidak rasional tanpa meninggalkan cara-cara berpikir logis.
            Di Indonesia, gambaran manusia seutuhnya mengacu kepada dasar falsafah bangsa Indonesia yang sekaligus menjadi dasar negara, yaitu Pancasila. Dasar ini yang menjadi aturan dasar dan tolak ukur politik, ekonomi, sosial-budaya dlsbg. Dalam kaitan ini kiranya ketetapan tentang “pancasila sebagai satu-satunya asas” dan kita pahami.[11]

E.     Perlunya Bimbingan dan konseling
            Sebelum memasuki tema ini maka perlulah untuk diketahui pengertian bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan bantuan atau pertolongan. Makna bantuan dalam bimbingan menunjukkan bahwa yang aktif dalam mengembangkan diri, mengatasi masalah, atau mengambil keputusan adalah individu atau peserta didik sendiri. Sedangkan konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.[12]
            Uraian tersebut tentang perubahan dan tantangan yag terjadi dimasyarakat, hakikat manusia dan manusia seutuhnya memberikan gambaran mengenai tuntutan untuk mampu memperkembangkan dan menyesuaikan diri terhadap masyarakat, dan untuk itu memang manusia telah diperlengkapi dengan berbagai potensi, baik potensi yang berkenan dengan keindahan dan ketinggian derajat kemanusiaannya yang memungkinkannya untuk memenuhi tuntutan masyarakat.
            Sebagaimana telah dikemukakan, pengembangan kemanusiaan seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi yang kediriannya matang, dengan kemampuan sosial yang menunjukkan, kesusilaan yang tinggi, keimanan, serta ketakwaan yang dalam. Tetapi, kenyataan yang sering dijumpai adalah keadaan pribadi yang kurang berkembang dan rapuh, kesosialan yang panas dan sangar, kesusilaan yang rendah dan keimanan serta ketakwaan yang dangkal. Sehubungan dengan hal itu, dalam proses pendidikan banyak dijumpai permasalahan yang dialami anak-anak, para remaja, dan pemuda yang menyangkut empat dimensi kemanusiaan mereka. Potensi-potensi yang ada pada diri mereka tidak dapat berkembang secara optimal, mereka yang berbakat tidak dapat mengembangkan bakatnya, mereka yang berkecerdasan tinggi kurang mendapatkan rangsangan dan fasititas pendidikan sehingga bakat dan kecerdasan yang merupakan karunia Tuhan yang tidak ternilai harganya menjadi sia-sia. Anak-anak yang kurang beruntung tidak memiliki bakat tertentu dan yang berkecerdasan tidak cukup tinggi lebih tersia-sia lagi perkembangannya; pelayanan khusus pada mereka kurang diberikan sehingga mereka makin tidak mampu mengejar tuntutan pelajaran pada tingkat yang lebih rendah sekaligus.
            Tingkat kenakalan remaja dan perkelahian pelajar yang semakin meningkat menunjukkan gejala kurang berkembangnya dimensi kesosialan dan kesusilaan mereka. Permasalahan yang dialami para siswa disekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini disebabkan karena sumber permasalahan banyak yang terletak di luar sekolah. Apabila misi sekolah adalah menyediakan pelayanan yang luas untuk secara efektif membantu siswa mencapai tujuan-tujuan perkembangannya dan mengatasi permasalahannya, maka segenap kegiatan dan kemudahan yang diselenggarakan sekolah perlu diarahkan. Disinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling disamping kegiatan pengajaran. Dalam tugas pelayanan yang luas, bimbingan dan konseling disekolah adalah pelayanan untuk semua murid yang mengacu pada keseluruhan pada perkembangan mereka, yang meliputi keempat dimensi kemanusiaannya dalam rangka mewujudkan manusia yang seutuhnya.[13]
            Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan berguna dan memberikan manfaat untuk kelancaran dan memberikan dampak positif terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang menjadi fokus pelayanan yang dimaksud.[14]
            Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah di Indonesia sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1960-an. Mulai tahun 1975 pelayanan bimbingan dan konseling telah secara resmi memasuki sekolah-sekolah, yaitu dengan dicantumkannya pelayanan tersebut pada Kurikulum 1975 yang berlaku disekolah-sekolah seluruh Indonesia, pada jenjang SD, SLTP dan SLTA. Pada Kurikulum 1984 keberadaan bimbingan dan konseling lebih dimantapkan lagi.
            Undang-undang No. 2 Tahun 1989 menjelaskan bahwa tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pemilik, pengawas, peneliti dan pengembang dibidang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar (Pasal 27), Ayat 2). Tenaga pendidik bertugas membimbing, mengajar dan melatih peserta didik (Pasal 1, ayat 8). Dalam pengertian tersebut jelaslah bahwa pekerjaan bimbingan di sekolah merupakan salah satu tugas  dari tenaga pendidik. Dengan kata lain, tugas pendidik salah satu diantaranya adalah membimbing.
            Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor 026 Tahun 1989 menyebutkan secara eksplisit pekerjaan bimbingan dan penyuluhan (konseling) dan pekerjaan mengajar yang satu sama lain berkedudukan seimbang dan sejajar. Dalam SK tersebut disebutkan bahwa seorang di sekolah dapat mengerjakan kegiatan mengajar atau kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan. Keberadaan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah dipertegas lagi oleh Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990 (tentang Pendidikan Dasar) dan No. 29 tahun 1990 (tentang Pendidikan Menengah). Dalam kedua peraturan pemerintah itu disebutkan dalam Bab X, bahwa:
a)      Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.
b)      Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
            Dalam penjelasannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 menyebutkan bahwa:
a)      Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi siswa, dimaksudkan untuk membantu siswa mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya.
b)     Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, dimaksudkan untuk membantu siswa menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya serta alam yang ada.
c)      Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan, mempersiapkan diri untuk langkah yang dipilihnya setelah tamat belajar pada sekolah menengah serta keriernya di masa depan.
Uraian tersebut menegaskan, bahkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah telah diterima dan menjadi suatu pekerjaan yang tugas dan ruang lingkupnya jelas. Mengingat bahwa sumber permasalahan anak-anak, remaja dan pemuda sebagian besar berada di luar sekolah, dan mengingat pula bahwa permasalahan yang dialami manusia tidak hanya terdapat di sekolah, maka pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau daerah-daerah yang lebih luas di luar sekolah. Anak-anak, para remaja, dan pemuda bahkan orang-orang dewasa di dalam keluarga, di dalam lembaga-lembaga kerja dan di dalam organisasi serta lembaga-lembaga kemasyarakatan pada umumnya menghadapi kemungkinan untuk menghadapi masalah dalam kehidupan dan perkembangannya. Hal itu semua memberikan peluang bagi diselenggarakannya pelayanan bimbingan dan konseling kepada mereka yang berada di luar lingkungan sekolah, di masyarakat luas pada umumnya.[15]


III.             PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Untuk membangun manusia seutuhnya dan membangun masyarakat Indonesia maka Pembangunan nasional Indonesia sangat penting. Pembangunan ini bertujuan untuk menghadapi tuntutan dan tantangan perubahan masyarakat dan modernisasi terutama yang berhubungan dengan hakikat kemanusiaan.
            Hakikat kemanusiaan dapat dilihat dari keempat dimensi kemanusiaannya yaitu dimensi keindividualan, kesusilaan, kesosialan dan keberagamaan. Ini semua akan berpengaruh dengan berlangsungnya proses manusia seutuhnya, dimana ketika keempat dimensi ini dapat dilakukan dengan sempurna maka kita sebagai manusia dapat menjadi manusia seutuhnya.
            Manusia yang telah berkembang seutuhnya itu diyakini akan mampu menghadapi setiap tantangan dan perubahan yang terjadi di masyarakat sekitarnya. Pengembangan manusia seutuhnya tidaklah mudah. Berbagai rintangan dan kegagalan dijumpai dalam upaya pengembangan tersebut. Untuk itu dalam rangka pembangunan pendidikan nasional, pemerintah Indonesia telah memberlakukan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional beserta berbagai aturan pelaksanaannya yang mencakup di dalamnya adalah pelayanan bimbingan dan konseling.
B.    SARAN
Untuk lebih jelas mengenai pembahasan ini maka pembaca tidak terpaku dalam makalah kelompok, oleh sebab itu, untuk menambah wawasan maka perlulah untuk diteliti tema-tema yang berhubungan dengan Bimbingan dan Konseling.
DAFTAR PUSTAKA


Alkitab. Lembaga Alkitab Indonesia, 2009
Abdulkarim, 2006, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Media Pratama


Abineno, 1987, Manusia dan Sesamanya di Dalam Dunia, Jakarta: BPK Gunung Mulia


Franz Magnis Suseno, 2009, Menjadi Manusia, Yogyakarta, Kanisius


Luddin, 2010,  Dasar-dasar Konseling, Bandung, Media Perintis


Prayitno, 2004, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka cipta



Prayitno, 2009, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, Jakarta: Grasido

Tirtaraharja & La Ulo,  2005, Pengantar Pendidikan


TPIP, 2007, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jakarta: Bhakti Utama






[1] Prayitno, Dasar-dasar bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka cipta, 2004) h. 2-4
[2] Abdulkarim, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Media Pratama, 2006) h.116
[3] Prayitno, Dasar-dasar bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka cipta, 2004) h. 5
[4] Abineno, Manusia dan sesamanya di dalam dunia, (Jakarta: BPK, 1987 )h.34
[5] Prayitno,  Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, (Jakarta: Grasido, 2009) h. 6
[6] Prayitno, Dasar-dasar bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka cipta, 2004) h. 4
[7] Prayitno,  Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, (Jakarta: Grasido, 2009) h. 15
[8]  Tirtaraharja, Pengantar Pendidikan, 2005 h. 18
[9] Prayitno,  Dasar Teori dan Praksis Pendidikan, (Jakarta: Grasido, 2009) h. 15
[10] Franz Magnis Suseno, Menjadi Manusia, (Yogyakarta: Kanisius,  2009. Hal 1
[11] Prayitno, Dasar-dasar bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka cipta, 2004) h. 12-24
[12] TPIP, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Jakarta: Bhakti Utama, 2007) h.174
[13] Prayitno, Dasar-dasar bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka cipta, 2004) h. 12-24
[14] Abu bakar, Dasar-dasar Konseling, Bandung, Media Perintis, 2010, hal. 38
[15] Prayitno, Dasar-dasar bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka cipta, 2004) h. 25

Comments

Popular posts from this blog

IPTEK DALAM ALKITAB

I.                    PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Metode ilmiah sering digunakan dalam pembahasan tentang pendidikan. Riset dan metode ilmiah merupakan metode pemecahan masalah yang mengacu pada berpikir reflektif yaitu berpikir menemukan masalah serta memecahkannya melalui kegiatan yang bertahap. Ilmu pendidikan adalah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. [1] Proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan hasil dari penemuan dan penelitian yang dilakukan manusia sebelumnya. Sebenarnya perkembangan tersebut diawali dengan rasa keingintahuan manusia yang sangat besar bahkan Paul Leady mengatakan bahwa ” Man is curious animals ”. [2] Keingintahuan tersebut yang mendorong manusia untuk berupaya menjawab kenyataan-kenyataan alamiah yang ada di dunia ini lewat berbagai cara, dan hal ini mendorong perkembangan ilmu dan pengetahuan. Selaras dengan asal katanya Sains berasal dari bahasa Latin “scieantia” dan terbentuk ka

GEREJA METHODIST INDONESIA

I.PENDAHULUAN A. Latar belakang Methodisme datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1905 setelah para misionaris Amerika mulai bekerja di Malaysia dan Singapura . Gereja Methodis di Indonesia saat itu adalah satu-satunya gereja yang tidak dimulai oleh para misionaris Belanda ataupun Jerman . Di Indonesia, para misionaris Amerika mulai bekerja di Jawa , Kalimantan , dan Sumatera . Pada tahun 1913 , setelah datangnya Bishop J. Robinson , konferensi yang pertama pun diselenggarakan di Sumatera Utara. Pada saat itu, Gereja Methodist dikenal sebagai gereja yang unik karena ini adalah satu-satunya gereja Protestan yang anggota-anggotanya terdiri atas suku Batak dan suku Tionghoa Indonesia, sementara gereja-gereja Protestan lainnya saat itu pada umumnya tersegregasi. Gereja Methodist Indonesia (GMI) adalah satu-satunya gereja di Indonesia yang hadir bukan sebagai hasil pekabaran Injil misi Belanda dan Jerman. Methodist adalah hasil pelayanan misionaris dari Amerika yang b

Makalah Proposisi Hipotesis

Tugas Kelompok Logika Dosen Pengampuh: Lydia Tumampas oleh, Budi Makaado Mormin Malatunduh Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Manado II. PEMBAHASAN A.     Proposisi Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni [1] : Subyek , perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang , benda , tempat, atau perkara. Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek. Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat . Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana . Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana . [2] Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. [3] Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat di percaya , disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat