Skip to main content

KEBENARAN ILMIAH


Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran dalam perenungannya akan menemukan tiga bentuk eksistensi, yaitu agama, ilmu pengetahuan dan filsafat. Agama mengantarkan pada kebenaran dan filsafat membuka jalan untuk mencari kebenaran.[1]
Filsafat dipahami sebagai suatu kemampuan berpikir dengan menggunakan Rasio dalam menyelidiki suatu objek atau mencari kebenaran yang ada dalam objek yang menjadi sasaran. Kebenaran itu sendiri belum pasti melekat dalam objek. Terkadang hanya dapat di benarkan oleh persepsi-persepsi belaka, tanpa mempertimbangankan nilai-nilai universal dalam filsafat.[2]
B.     Rumusan Pemikiran
1. Apa arti kebenaran?
2. Sebutkan dan jelaskan teori-teori kebenaran ?
3. Jelaskan sifat-sifat kebenaran ilmiah?
C.     Tujuan penulisan makalah
Adapun penulisan makalah ini untuk memperoleh pengetahuan tentang:
1.      Menguraikan arti kebenaran
2.      Menguraikan teori-teori kebenaran
3.      Menggambarkan sifat-sifat kebenaran ilmiah

D.    Manfaat penulisan
Untuk menambah pengetahuan tentang kebenaran ilmiah dalam mata kuliah Filsafat PAK yang bermanfaat baik untuk kelompok maupun bagi pembaca.
PEMBAHASAN
A.    ARTI KEBENARAN
Apakah kebenaran dan apa dasar-dasar kebenaran?, pertanyaan ini selalu dihadapi dalam rangka pengembangan, baik secara umum maupun secara khusus(special). Pertanyaan itu secara lain dapat dirumuskan menjadi: Apakah pengetahuan itu benar? memang secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, namun masalahnya tidaklah berakhir hanya disitu. Meskipun problem kebenaran ini selalu menjadi pokok dalam pengetahuan, bahkan orang tidak jarang berbicara mengenai perjuangan menegakkan kebenaran, tetapi pendekatannya dalam mencapai kebenaran itu tampaknya masih bersifat pragmatis. Kondisi ini terjadi sebagaimana layaknya orang bersikap terhadap pengetahuan. Problem kebenaran ini pun dalam perkembangannnya telah memacu tumbuh dan berkembangnya epistemologi. Telaah epistemology terhadap ”kebenaran” membawa orang kepada suatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis dan kebenaran semantis.[3]
Bilamanakah pengetahuan itu disebut ilmiah, sebagai keharusan dan berlaku mutlak, dan tidak bersyarat? pandangan Kant ini berbeda dengan pandangan sekarang .Perlu ditegaskan disini, Kant dalam menghadapi masalah ini berpangkal pada anggapan dasar bahwa ilmu pengetahuan yang sejati itu terbatas pada ilmu pasti dan pengetahuan alam. Pendirian ini kelak akan dilanjutkan oleh Possitivismus (Comte). Sampai saat ini, pendirian tersebut masih hidup dalam neopositivismus (Weiner Kreis). Menurut Kant, pengetahuan ilmiah terdiri dari pendapat sintesis aprioris yaitu merupakan keharusan dan pengetahuan baru, dengan alasan sebagai berikut: sintesis merupakan pembaharuan, sedangkan aprioris merupakan keharusan.[4]
Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Drs. Sidi Gazalba, mengemukakan bahwa pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil daripada: Kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu semua milik atau isi pikiran. Orang pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan antara pengetahuan dengan kebenaran, jadi pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah kontradisi. Beranjak daripada pengetahuan adalah kebenaran, dan kebenaran adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupannya manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. [5]
Dalam proses mengetahui, pada subjek timbul sesuatu yang mewakili objek. Atas dasar apakah suatu itu timbul? Inilah masalah dasar dan sumber pengetahuan. Dua jenis jawaban oleh aliran rasionalisme dan empirisme:
1.      Rasionalisme merupakan aliran yang mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya didasarkan pada akal (ratio). Rasionalisme Descartes pada tahun 1629 merumuskan pangkal filsafatnya, yaitu aku berpikir, jadi aku ada (cogito ergo sum). Jadi, akal (berpikir) menjadi pangkal filsafatnya dan karena itu disebut aliran rasionalisme.[6]

2.      Empirisme merupakan aliran yang mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya didasarkan atas pengalaman atau empiri melalui alat indra (empiri). Empirisme John Locke Mengucapkan “tiada sesuatu pada akal yang sebelumnya itu tidak ada pada indra kita (kebalikan dari Descartes). Jadi indra adalah primer, sedangkan akal sekunder yang berfungsi sebagai penerima.[7]

Terhadap kedua aliran yang ekstrim atau radikal itu Imanuel Kant mengemukakan pendiriannya yang disebut kritisisme. Aliran ini dapat dianggap sebagai sintesis dari rasionalisme dan empirisme. Menurut Kant, pengetahuan itu berpangkal pada pengalaman (ini adalah segi empirisme dari kritisisme). Pengalaman itu sendiri belum merupakan pengetahuan, karena merupakan bahan yang belum berbentuk. Pengalaman itu menjadi pengetahuan setelah diolah, dibentuk oleh akal kita. Adapun kesanggupan membentuk pada akal itu merupakan kesanggupan yang berbentuk aprioris yaitu kesanggupan yang kita miliki tanpa pengalaman (ini adalah segi rasionalisme teori Kant).[8]
Ada beberapa pengetahuan yang dimiliki manusia yaitu:
1.      Pengetahuan biasa
2.      Pengetahuan ilmu, secara singkat orang menyebutnya yaitu, “ilmu” sebagai terjemahan dari science
3.      Pengetahuan filsafat, atau dengan singkat saja disebut filsafat.
4.      Pengetahuan religi atau (pengetahuan agama) pengetahuan atau kebenaran yang bersumber dari agama.[9]
Sebelum kita membedakan antara pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah, maka kita menelusuri dulu apa arti dan definisi ilmu pengetahuan itu. Dalam ensiklopedia Indonesia: ilmu pengetahuan, suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun demikian rupa menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatauan; suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu. [10]
Menurut  epistemologi, setiap pengetahua manusia itu adalah hasil dari bentroknya dua macam besaran, yaitu:
a.       Benda atau yang diperiksa, diselidiki dan akhirnya diketahua (objek)
b.      Manusia yang melakukan berbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan akhirnya mengetahui (mengenal) benda atau hal tadi (subjek)[11]

B.     TEORI KEBENARAN
Teori adalah sekumpulan konstruk,definisi,dan dalil yang saling terkait yang mehadirkan suatu pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapa variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena (Kerlinger,1965,h.11).[12]
Pertanyaan-pertanyaan berikut tentu membuka wawasan kita, bisa jadi selama ini hanya merupakan kesan-kesan yang kita biarkan berlalu. Untuk keperluan pembelajaran filsafat ilmu, sengaja di angkat lagi agar memperoleh wacana yang memadai dalam konteks untuk menemukan kebenaran. Pertanyaan- pertanyaan adalah :
1.      Apakah kebenaran itu ada?
2.      Apakah kebenaran ada atau tidak ada?
3.      Kebenaran itu apakah kecil atau kebenaran besar?
4.      Bagaimana kebenaran yang terdapat dalam filsafat agama, ilmu, dan seni?
5.      Bagaimana pandangan kaum skeptis, relatif, dan subjektif dan kaum nihilis tentang kebenaran?
6.      Bagaimana paham diterminis dan inditerminis tentang kebenaran?
7.      Bagaimana teori- teori ontologi kebenaran?[13]
Sejumlah teori yang telah dikemukakan oleh para filsuf dengan senyatanya membuka mata kita antara lain yang dikemukakan
1.      Teori idealisme. plato, (429-347sM) yang berpusat pada “idea”.
2.      Teori rasionalisme. R. Decartes, (1596-1650sM) yang berpusat pada rasio dan kebenaran.
3.      Teori immanuel kant, (1724-1804sM) yang berpusat pada akal atau rasio murni.
4.      Teori- teori wahyu/revalasi dari kalangan teolog (TUHAN YANG MAHA ESA) yang menyatakan bahwa the truth is created by the God yang di lawan oleh teori revolusi.
5.      Teori coherence R. Bertrand yang menyatakan bahwa kebenaran itu suatu nilai. intersubjektif, ada nilai disepakati bersama antara subjek dengan subjek yang lain. Bahkan kebenaran yang bermakana humanistik.
6.      Korrespondence R. Bertrand, teori yang menyatakan kebenaran itu adalah sesuatu sesuai hukum alam ( Natural laws) oleh sebab itu ilmu harus mencari atau menemukan hukum alam.
7.      Teori pragmatisme yang menyatakan kebenaran adalah suatu yang berguna atau bermanfaat bagi manusia di dunia ini atau paham teori utilitiarisme yang benar itu yang memberikan faedah atau keuntungan bagi manusia.
8.      Teori esensialisme yang menyatakan bahwa kebenaran itu sesuatu yang abstrak dan yang bermakna sebagai hal yang esensial atau yang terdalam dari pikiran manusia.
9.      Teori eksistensialisme yang menyatakan bahwa kebenaran itu suatu yang sangat kontektual sesuai dengan ruang dan waktu. Oleh sebab itu kebenaran yang absolut tidak pernah ada.
10.  Teori metafisisontologi yang menyatakan bahwa kebenaran itu suatu yang ontologis, diketahui atau tidak, kebenaran itu ada dalam ruang yang ada. Kebenaran ada di dunia metafisis dan bukan dalam dunia empiris.
11.  Teori ilmiah pengetahuan atau teori ilmiah yang menyatakan bahwa kebenaran itu sesuai dengan asas- asas yang ada dalam ilmu pengetahuan  ( merupakan kebenaran dari pembuktian terhadap hipotesis).
12.  Teori perenialisme yang menyatakan bahwa kebenaran merupakan suatu yang muncul dari hati nurani manusia yang sifatnya abstrak.
13.  Teori penomenologi ( E. HUSSERL) yang menyatakan bahwa kebenaran itu adalah sesuatu yang tetap dan abstrak bernama “neumenon” jauh dibalik penomenon (gejalah).
14.  Teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa kebenaran itu suatu hasil konstruksi pikiran manusia yang bebas dan selalu berubah dan sangat subjektif.
15.  Teori post-modernisme menyatakan bahwa kebenaran itu bukan suatu yang tetap, selalu berubah, dan akal manusia menciptakan secara bebas dan tidak pernah sama dengan yang lalu, terdapat kecendurungan bahwa kebenaran tidak dapat di ungkapkan dalam bahasa.
16.  Teori progresivisme menyatakan bahwa kebenaran yang tidak pernah statik, melainkan selalu berubah kedepan (kemasa yang akan datang) sesuai perkembangan manusia dan zaman. Paham ini menolak paham-paham warisan tradisi dan konservatif.
17.  Teori kritik (critical theory of truht) menyatakan kebenaran itu suatu hasil pemikiran manusia yang terbuka dan kritis sepanjang zaman dan kebenaran lahir dari dialog, diskusu dan diskursus yang kontinue (jurgen hebernas).
18.  Teori nihilisme menyatakan bahwa sesungguhnya tidak pernah ada kebenaran didunia ini yang ada hanya power, who holds the power, he is able to creat the truth and jaustice (F. Nietzsche).[14]

Menurut Jujun S. Surya Sumantri dalam tulisannya yang berjudul hakikat dasar keilmuan, ilmu merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Ilmu membatasi ruang jalajah kegiatan pada daerah pengalaman manusia. Artinya, objek penjelajahan keilmuan meliputi segenap gejalah yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat panca indranya.[15]
Secara epistemologi, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indra. Epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara pikiran secara rasional dan berpikir. Kedua cara berpikir tersebut di gabungkan dalam mempelajari gejalah alam untuk menemukan kebenaran.[16]
Ilmu, dalam menemukan kebenaran, menyadarkan dirinya kepada kriteria atau teori kebenaran antara lain:


a.       Teori Koherensi
Teori Koherensi, R. Bertrand.  merupakan teori kebenaran yang menegaskan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat, kejadian atau informasi) akan diakui sahih/dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proporsi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan- kebutuhan logika. Teori ini juga mendasarkan diri kepada kriteria konsistensi suatu argumentasi.[17]

b.      Teori Korespondensi
Teori Korespondensi, R. Bertrand. merupakan teori kebenaran yang mengatakan bahwa suatu pengetahuan itu sahih apabila proporsi bersesuaian dengan realitas menjadi objek pengetahuan itu. Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran dan kepastian indrawi. Dengan demikian kesahihan pengetahuan itu dapat dibuktikan secara langsung. Teori ini juga mendasarkan diri kepada kriteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan objek yang dikenai pernyataan tersebut. Sesuatu dianggap benar apabila apa yang diungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan, ide-ide) di lapangan.[18]

c.       Teori Positivisme
Positivisme dirintis oleh August Comte (1798-1857), yang di anggap sebagai Bapak ilmu Sosiologi Barat. Positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Positivisme sebagai perkembangan empirisme yang ekstrem, adalah pandangan yang menganggap bahwa yang dapat diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data yang nyata/empirik”, atau yang mereka namakan positif. Nilai-nilai politik dan sosial menurut positivisme dapat digeneralisasikan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai politik dan sosial juga dapat dijelaskan secara ilmiah, dengan mengemukakan perubahan historis atas dasar cara berpikir induktif. [19]

d.      Teori Pragmatisme
Pragmatisme (William James; 1842-1941), (John Dewey; 1858-?), (F.C.S. Schiller Gonseth)[20] merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teori pragmatisme berbeda dengan teori koherensi dan korespondensi yang keduanya berhubungan langsung realita objektif, pragmatisme berusaha menguji kebenaran ide-ide melalui konsekuensi-konsekuensi daripada praktik atau pelaksanaannya.[21]

e.       Teori Esensialisme
Esensialisme georg wilhelm friendrich hegel (1770-1831)  adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialimse muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterikatan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memeberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Dimana Esensialisme didukung oleh idealisme modern dan idealisme subjektif. [22]


f.       Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.[23]
Konstruktivisme dianggap berusaha menghilangkan aspek power dalam memahami nilai. Nilai dianggap sebagai sesuatu yang netral dan tidak punya bias dan basis kekuasaan. Dalam artian ini, konstruktivisme kehilangan tujuan utama pemikiran kritis, yakni emansipasi.[24]

g.      Teori Religiusisme
Teori Religiusisme memaparkan bahwa manusia bukanlah semata-mata makhluk jasmaniah, tetapi juga makhluk rohaniah. Oleh karena itu, muncullah teori religius ini yang kebenarannya secara ontologis dan aksiologis bersumber dari sabda Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Secara pasti, kita tidak akan mendapatkan kebenaran mutlak, dan untuk mengukur kebenaran dalam filsafat sesungguhnya tergantung kepada kita oleh metode-metode untuk memperoleh pengetahuan itu. Jika apa yang kita ketahui adalah ide-ide kita, maka pengetahuan hanya dapat terdiri dari ide-ide yang dihubungkan secara tepat, dan kebenaran merupakan keadaan saling berhubungan diantara ide-ide tersebut.
Bertrand Russell dalam bukunya The Problems of Philosophy, menulis “kebenaran dan kesesatan”. Dualisme ini sepanjang sejarah kehidupan tidak akan pernah terpisahkan, karena anggapan kebenaran berkaitan dengan adanya kesesatan. Suatu kebenaran muncul saat asumsi kesesatan itu mengiringinya. Keyakinan-keyakinan yang keliru sering kali dipegang teguh sebagaimana keyakinan-keyakinan yang benar, sehingga menjadi suatu pertanyaan yang sulit bagaimana keyakinan-keyakinan itu dibedakan dari keyakinan-keyakinan yang benar.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, manusia sebagai makhluk pencari kebenaran dalam perenungannya akan menemukan tiga bentuk eksistensi, yaitu agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Agama mengantarkan pada kebenaran, dan filsafat membuka jalan untuk mencari kebenaran. Sedangkan ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah kebenaran itu sendiri, karena manusia menuntut ilmu dengan tujuan mencari tahu rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi menjadi  misteri. [25]

C.     SIFAT KEBENARAN ILMIAH
Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Burhanudin Salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu:
Pertama, pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik, dan dengan common sense, semua orang sampai pada keyakinan secara umum tentang sesuatu, dimana mereka akan berpendapat sama semuanya yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari. Common sense diperoleh oleh pengalaman sehari-hari seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga,makanan dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau akan mengeringkan sawah tadah hujan.[26]
Kedua, pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam ,yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistemasikan common sense,suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari.Namun,dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode,melalui observasi,eksperimen,klasifikasi,dimana analisi ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi,pemikiran logika diutamakan,netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian(subjektif),karena dmulai dengan fakta.Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati pancaindera manusia.[27]
Ketiga, pengetahuan filsafat,yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalam kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid,filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam.Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflekif dan kritis,sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar kembali.[28]
Keempat, pengetahuan agama yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya.Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan,yang sering juga disebut dengan hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia, yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal.[29]
Sifat dasar kebenaran ilmiah dibutuhkan bukan hanya kebenaran logis melainkan juga kebenaran empiris. Juga bukan hanya kebenaran empiris melainkan juga kebenaran logis. Diharapkan pula bahwa  kebenaran ilmiah yang logis dan empiris itu pada akhirnya dapat diterapkan dan digunakan bagi kehidupan manusia.[30]
Atas dasar ini, kita dapat mengatakan bahwa kebenaran ilmiah selalu mempunyai paling kurang tiga sifat dasar sebagai berikut : struktur yang rasional-logis, isi empiris, dan dapat diterapkan (pragmatis).[31]
Pertama, yang dimaksudkan dengan struktur kebenaran ilmiah yang rasional-logis, adalah bahwa kebenaran ilmiah selalu dicapai berdasarkan kesimpulan yang logis dan rasional dari proposisi atau premis-premis tertentu. Proposisi-proposisi ini dapat saja berupa teori atau hukum ilmiah yang sudah terbukti benar dan diterima sebagai benar atau dapat pula mengungkapkan data atau fakta baru tertentu. Dengan demikian, proposisi yang menjadi kesimpulan yang dianggap benar dapat diperoleh melalui deduksi atau melalui induksi. Kalau dicapai melalui deduksi, itu berarti kesimpulan tersebut diperoleh sebagai konsekuensi logis dari proposisi tertentu yang dianggapbenar. Proposisi yang dianggap benar ini dipakai sebagai asumsi teoretis. Kalau dicapai melalui proses induksi, berarti yang dilakukan adalah suatu proses generalisasi yang mengungkapkan hubungan tertentu di antara berbagai fakta yang telah ditemukan.
Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional, yaitu yang dapat menggunakan akal budinya secara baik, bias memahami kebenaran ilmiah ini. Atas dasar ini kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran yang berlaku universal. Artinya, proposisi, kesimpulan, atau teori yang diterima sebagai benar, tidak hanya benar bagi orang tertentu tetapi benar bagi semua orang yang dapat menggunakan akal budinya secara baik.
Salah satu catatan yang perlu diberikan di sini adalah bahwa sifat rasional perlu dibedakan dari sifat “masuk akal”(reasonable).Sifat rasional terutama berlaku bagi kebenaran ilmiah.Sifat “masuk akal” ini terutama berlaku bagi kebenaran tertentu yang berada di luar lingkup ilmu pengetahuan. Contohnya, tindakan marah, menangis, dan semacamnya dapat sangat masuk akal walaupun mungkin tidak rasional. Atau,”Banyak anak,banyak rezeki.” Pernyataan ini bias dianggap tidak rasional karena banyak anak. seringkali dikaitkan dengan kemiskinan. Tetapi, dalam lingkungan social ekonomi tertentu, pernyataan ini dapat sangat “masuk akal” karena dalam pola keluarga luas semakin banyak anak semakin banyak tenaga kerja yang bisa menopang seluruh keluarga .[32]
Kedua, Sifat empiris dari kebenaran ilmiah mau mengatakan bahwa bagaimanapun juga kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada. Bahkan, sebagian besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah berkaitan dengan kenyataan empiris dalam dunia. Ini tidak berarti bahwa tidak ada spekulasi dalam ilmu pengetahuan, spekulasi tetap ada. Tetapi, sampai tingkat tertentu, spekulasi bisa dibayangkan sebagai real atau tidak karena kendati suatu pernyataan dianggap benar secara logis, perlu pula dicek apakah pertanyaan tersebut juga benar secara empiris.[33]
Ketiga, Sifat pragmatis terutama mau menggabungkan kedua sifat kebenaran diatas. Dalam arti sebuah pernyataan dianggap benar secara logis dan empiris, pernyataan tersebut juga harus berguna dalam kehidupan manusia, yaitu berguna untuk membantu manusia memecahkan berbagai persoalan dalam hidup manusia.[34]
Sifat kebenaran ilmu pengetahuan adalah positif ( sampai saat ini ) dan nisbi (relatif ). Ilmu pengetahuan dimulai dengan kerauan atau bertanya (?),sesudah meyakini kebenarannya lalu menyetujuinya (!) dan sesudah menyetujuinya lantas bertanya lagi yang dimanifestasikan dalam bentuk riset (research),pengalaman (empiri) dan percobaan (experiment) (?).Jadi kode rumus ilmu pengetahuan ialah : “? ! ?”.Itulah sebabnya ilmu pengetahuan itu berkembang terus sebagai hasil dinamika penelitian itu.[35]




PENUTUP
Kesimpulan
Manusia pencari kebenaran akan menemukan tiga bentuk eksistensi yaitu agama, ilmu pengetahuan dan filsafat. Agama mengantarkan pada kebenaran dan filsafat membuka jalan untuk mencari kebenaran. Sedangkan ilmu pengetahuan pada hakekatnya adalah kebenaran itu sendiri karena manusia menuntut ilmu dengan tujuan mencari tahu rahasia alam agar gejalah alamiah tersebut tidak lagi menjadi misteri.
Secara pasti, tidak ada kebenaran yang absolut didunia ini. Kebenaran dan kesesatan ilmu pengetahuan itu sendiri tergantung kepada kita yang berusaha mencari tahu dengan menggunakan kriteria atau teori kebenaran yang terdiri dari: koherensi, korespondensi, positivisme, pragmatisme, esensialisme, konstruktivisme, dan religiusisme.
Kebenaran ilmiah pada akhirnya tidak bisa dibuat dalam suatu standard yang berlaku bagi semua jenis ilmu secara paksa, hal ini terjadi karena adanya banyak jenis dalam  pengetahuan. Walaupun ilmu bervariasi disebabkan karena beragamnya objek dan metode, namun ia secara umum bertujuan mencapai kebenaran yang objektif, dihasilkan melalui konsensus
Dengan sifat kebenaran ilmiah, adalah positif (sampai saat ini) dan nisbi (relatif) itulah sebabnya ilmu pengetahuan itu berkembang terus sebagai hasil dinamika penelitian itu.

Saran
Diakui bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari aspek penulisan maupun isi (content) makalah ini. Oleh karena itu, untuk menambah ilmu pengetahuan filsafat PAK tentang kebenaran ilmiah, ada baiknya para pembaca mencari buku filsafat yang lebih lengkap untuk menambah wawasan mengenai kebenaran ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Salam, Burhanudin. 2009, Pengantar Filsafat, cet.VIII, Jakarta: Bumi aksara.
Adib, H.Mohammad. 2011, Filsafat Ilmu, cet II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakhtiar, Amsal. 2011, Filsafat ilmu, Cet. X, jakarta: Rajawali Pers
Watloly, Aholiab, 2001, Tanggung jawab pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Filsafat
Keraf. A. Sonny, Dua Mikhael. 2011 Ilmu Pengetahuan : sebuah tinjauan filosofis.Jakarata: Kansius
Wiramihardja A. Sutardjo. 2009, Pengantar Filsafat, Cet. III, Bandung: Refika aditama
Wulansari Dewi. 2009, Sosiolaogi: Konsep dan Teori, Cet. I,Bandung: Refika Aditama:


[1] Adib. Filsafat Ilmu (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011) Hal. 117
[2] ibid
[3] Watloly. Tanggung Jawab Pengetahuan (Yogyakarta, Kanisius, 2001) Hal. 157 

[4],Wiramihardja, Pengantar Filsafat (Bandung, Refika Aditama, 2009) hlm 120
[5] Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2009). Hal. 5
[6] Wiramihardja, Op.Cit., Hal.116
[7]Ibid. Hal. 117
[8] Ibid. Hal. 118
[9] Salam., Op.Cit. Hal. 5
[10] Ibid. Hal. 8
[11] Ibid. Hal. 9
[12] Black & Champion,Metode dan masalah penelitian sosial(Bandung,Refika Aditama,2009) hal.48
[13] Adib, Op.Cit., 118
[14] Adib, Op.Cit., 118
[15] Ibid. Hal. 120
[16] Ibid., Hal. 121
[17] Ibid
[18] Ibid. Hal. 122
[19] Ibid. Hal. 122
[20] Ibid Hal. 203
[21] Ibid. Hal. 123
[22] Ibid. Hal. 123
[23] Ibid. Hal. 124
[24] Ibid.
[25] Adib, Op.Cit. Hal.125
[26] Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta, Rajawali Pers, 2011) Hal. 87
[27] Ibid
[28] Ibid
[29] Ibid
[30] Keraf & Dua, Ilmu Pengetahuan:Sebuah Tinjauan Folosofis, (Jakarta, Kanisius, 2011). Hal. 75
[31] Ibid
[32] Ibid
[33] Ibid
[34]Ibid. Hal. 76
[35] Salam. Op.Cit. Hal. 105

Comments

Popular posts from this blog

IPTEK DALAM ALKITAB

I.                    PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Metode ilmiah sering digunakan dalam pembahasan tentang pendidikan. Riset dan metode ilmiah merupakan metode pemecahan masalah yang mengacu pada berpikir reflektif yaitu berpikir menemukan masalah serta memecahkannya melalui kegiatan yang bertahap. Ilmu pendidikan adalah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. [1] Proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan hasil dari penemuan dan penelitian yang dilakukan manusia sebelumnya. Sebenarnya perkembangan tersebut diawali dengan rasa keingintahuan manusia yang sangat besar bahkan Paul Leady mengatakan bahwa ” Man is curious animals ”. [2] Keingintahuan tersebut yang mendorong manusia untuk berupaya menjawab kenyataan-kenyataan alamiah yang ada di dunia ini lewat berbagai cara, dan hal ini mendorong perkembangan ilmu dan pengetahuan. Selaras dengan asal katanya Sains berasal dari bahasa Latin “scieantia” dan terbentuk ka

GEREJA METHODIST INDONESIA

I.PENDAHULUAN A. Latar belakang Methodisme datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1905 setelah para misionaris Amerika mulai bekerja di Malaysia dan Singapura . Gereja Methodis di Indonesia saat itu adalah satu-satunya gereja yang tidak dimulai oleh para misionaris Belanda ataupun Jerman . Di Indonesia, para misionaris Amerika mulai bekerja di Jawa , Kalimantan , dan Sumatera . Pada tahun 1913 , setelah datangnya Bishop J. Robinson , konferensi yang pertama pun diselenggarakan di Sumatera Utara. Pada saat itu, Gereja Methodist dikenal sebagai gereja yang unik karena ini adalah satu-satunya gereja Protestan yang anggota-anggotanya terdiri atas suku Batak dan suku Tionghoa Indonesia, sementara gereja-gereja Protestan lainnya saat itu pada umumnya tersegregasi. Gereja Methodist Indonesia (GMI) adalah satu-satunya gereja di Indonesia yang hadir bukan sebagai hasil pekabaran Injil misi Belanda dan Jerman. Methodist adalah hasil pelayanan misionaris dari Amerika yang b

Makalah Proposisi Hipotesis

Tugas Kelompok Logika Dosen Pengampuh: Lydia Tumampas oleh, Budi Makaado Mormin Malatunduh Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Manado II. PEMBAHASAN A.     Proposisi Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni [1] : Subyek , perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang , benda , tempat, atau perkara. Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek. Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat . Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana . Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana . [2] Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. [3] Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat di percaya , disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat